Kamis, 18 April 2013

Begini Cara Rezim Bashar Merayakan Hari Nasional Suriah

Kemarin, 17 April 2013, adalah Hari Nasional Suriah. Bashar al-Assad menyambutnya dengan wawancara yang disiarkan di televisi pro-rezim Al-Ikhbariyah, yang diisi dengan kegeraman kepada Barat serta memberikan ‘amnesti’ kepada para penjahat dan pengurangan masa tawanan.
 
Pada saat yang bersamaan, pesawat-pesawat tempur rezim terus bergentayangan di langit Suriah dan menjatuhkan bom bersamaan dengan dilontarkannya rudal dan roket ke berbagai sudut negeri itu. Di ujung hari Rabu kemarin, sebanyak 157 orang syahid (Insya Allah), termasuk di antaranya 10 wanita dan 7 anak.

Menurut Local Coordination Committees in Syria (LCC), sebanyak 75 syuhada jatuh di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di kampung Jdaiydah Artouz; 38 di Homs; 12 di Idlib; 9 di Raqqah; 8 di Dara’a; 7 di Deir Ezzur; 7 di Aleppo dan 1 orang di Hama.

Dicatat pula oleh LCC bahwa rezim Bashar melakukan pengeboman dari pesawat tempur terutama MIG di 16 titik. Bom ‘gentong’ mereka jatuhkan di 2 titik. Penembakkan dengan rudal Scud dilakukan ke arah Izzaz di Aleppo, di Homs dan di Qutaifah. Penyerangan dengan rudal surface-to-surface dilakukan di Mayadeen di Deir Ezzur, di kawasan utara Aleppo, dan di timur Buwaidah di Homs.

Pasukan rezim menjatuhkan bom fosfor serta penembakkan dengan senjata gas beracun di Jaz’ah, Ain Tarma dan Jobar. Penyerangan dengan roket terjadi di 42 titik di berbagai kawasan Suriah.

Sementara itu, para pejuang pembebasan Suriah atau Jaysul Hurr/FSA (Free Syrian Army) diberitakan berhasil mengambil alih pangkalan udara militer Daba’ah di Homs dan merebut persenjataan rezim termasuk 2 tanks serta membunuh belasan syabihah rezim, komandannya dan 10 tentara Hizb*** di lokasi itu.

21 Anak Tewas dalam Satu Hari

Jumlah korban yang 157 orang dalam sehari kemarin, Rabu 17 April, lebih tinggi daripada hari sebelumnya.

Pada hari Selasa 16 April, jatuh korban sebanyak 119 orang di seluruh Suriah, termasuk 19 wanita, 21 anak, dan 3 orang warga yang ditemukan tewas karena disiksa rezim.

Sebanyak 49 syuhada jatuh di Aleppo. Ini di luar 31 jenazah yang sudah mulai membusuk yang dikumpulkan oleh Palang Merah Suriah di berbagai titik kota Aleppo pada hari Selasa itu. Sebagian dari jenazah itu adalah korban para snipers rezim yang tidak bisa diangkat oleh masyarakat karena bisa saja ganti mereka yang ditarget. Beberapa jenazah ditemukan dalam keadaan hangus terbakar sehingga tak bisa dikenali lagi, dan beberapa lagi ditemukan dalam keadaan tangan dan kaki terikat – bukti bahwa mereka meninggal karena disiksa.

Pada hari Senin, 15 April, LCC mendokumentasi jatuhnya 75 orang syuhada (Insya Allah) di seluruh Suriah, termasuk 7 wanita dan 4 orang anak dan 1 orang yang tewas karena disiksa. Sebanyak 47 syuhada dicatat di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di Douma. Sebanyak 9 orang di Aleppo, 7 di Dara’a, 5 di Idlib, 3 di Deir Ezzur, 3 di Homs dan 1 di Hama.
Di penghujung hari Ahad, 14 April, sebanyak 124 warga Suriah menjadi syuhada (Insya Allah), termasuk 18 orang anak, 7 wanita dan 6 orang warga yang tewas disiksa. Sebanyak 34 orang yang syahid ada di Damascus dan kawasan pinggirannya; 20 di Hasakah, terutama di Tal Haddad; 19 di Idlib; 18 di Homs; 8 di Dara’a; 4 di Raqqah; 2 di Deir Ezzur dan 1 di Hama. 157 + 119 + 75 + 124  = 475 orang syuhada dalam 4 hari di Suriah.
Apakah mereka akan hanya menjadi statistik mati yang tak menggugah hati Ummat?

http://sahabatsuriah.com/
 

Minggu, 14 April 2013

Kurang Bukti Apa Lagi? Pasukan Bashar Gunakan Bom Gas Beracun di Aleppo

Dibutuhkan waktu berbulan-bulan bagi Amerika, Inggris dan berbagai negara Barat lainnya untuk mengakui kebenaran pernyataan warga Suriah bahwa rezim Bashar al-Assad menggunakan senjata-senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Bahkan PBB pun sampai minggu lalu masih menyatakan bahwa mereka masih membutuhkan bukti sebelum bertindak dan mengirimkan tim investigasi ke Suriah – yang tentu saja ditolak  oleh Bashar al-Assad.
Baru kemarin, Sabtu 13 April 2013, salah satu media Inggris, The Times of London, melaporkan bahwa benar Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia untuk membunuhi rakyatnya, sesudah dilakukannya operasi menyelundupkan ‘sampel tanah Suriah’ ke Inggris untuk diteliti  para ilmuwan Inggris.
Harian itu mengutip sumber-sumber pertahanan Inggris yang tidak disebut namanya  yang mengatakan, “sejenis senjata kimia” dipakai di Suriah tapi tidak bisa memastikan apakah digunakan oleh rezim Bashar atau oleh para pejuang.
Penggunaan WMD (Weapons of Mass Destruction) berupa senjata kimia ini dipastikan oleh instalasi riset kimiawi dan biologi milik Kementerian Pertahanan Britania di Porton Down, Wiltshire.
Sudah 100 Ribu
Sementara itu, berbagai sumber pemberitaan para pejuang pembebasan dan pihak oposisi Suriah kini mulai meletakkan jumlah korban kekejaman rezim Bashar al-Assad di angka 100 ribu. Sampai bulan lalu, mereka hanya mengatakan “di atas 70 ribu” sama seperti yang dilakukan oleh PBB.
Termasuk dalam angka kematian itu adalah seorang wanita dan dua anak yang tewas di Aleppo kemarin, Sabtu 13 April, ketika pasukan rezim Bashar al-Assad menjatuhkan dua bom gas beracun ke kota Afrin di propinsi itu.
Menurut Rami Abdurrahman, kepala Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, sejumlah saksi mengatakan bahwa bom-bom itu dijatuhkan dari sebuah helikopter tentara Bashar al-Assad.
Sebanyak 16 orang luka-luka karena bom gas yang sama, dan mereka dibawa ke rumah sakit dalam keadaan “berhalusinasi, muntah-muntah, mengeluarkan lendir yang banyak dan merasa mata mereka terbakar.”
Sementara itu, tim pakar PBB saat ini masih berada di Cyprus menunggu “izin” masuk Suriah dari pemerintahan Bashar al-Assad untuk menginvestigasi setidaknya tiga tuduhan penyerangan dengan senjata kimia – termasuk satu serangan yang menurut rezim adalah yang dilakukan oleh para “pemberontak.”

http://sahabatsuriah.com/
 

Suriah, Masa depan Gaza dan ancaman kebangkitan Syiah

Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam.
Oleh : Kholili Hasib
Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur

Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)

Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf
Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf
Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf

Surat kabar Polandia : Warga Eropa beramai-ramai pergi ke medan Jihad Suriah

Sebuah surat kabar utama di Warsawa, Gazeta Prawna, mempublikasikan artikel berjudul “Warga Eropa pergi untuk berjihad di Suriah” di mana mengungkapkan pendapatnya mengenai partisipasi Mujahid asing di Suriah, lansir KC.  Surat kabar itu menulis :
“Negara ini menarik gerilyawan dari seluruh dunia.  Memiliki kesempatan untuk menjadi tempat pelatihan bagi ‘teroris’.”
Seorang komandan Kaukasia, Abu Omar al-Chechen mengumumkan pembentukan brigade yang menyatukan Mujahid dari seluruh negara.
Sebelum itu ia adalah komandan Brigade Muhajirin yang bertempur bersama dengan Jabhah an-Nushrah.  Suriah menarik banyak dan semakin banyak pejuang asing dan memainkan peran seperti Afghanistan sebagai basis untuk pelatihan “teroris” (baca : Mujahidin-red), menurut artikel tersebut.
Baru-baru ini, Abu Abdul Rahman, mantan anggota Hamas Palestina, dilaporkan syahid (In syaa Allah) dalam serangan roket.  Kemudian Abu Kamal juga gugur dalam pertempuran dengan pasukan rezim Suriah.  Seorang pemuda Swedia berusia 22 tahun, yang sebelumnya bertempur dalam jajaran Jabhah an-Nushrah, kini berada di bawah komando Abu Omar al-chechen.
Menariknya, warga Swedia telah lama berada dalam perang ini.  Di bulan November 2012, sebuah kelompok yang menamakan diri  Pejuang Suci Swedia di Suriah mempublikasikan video di mana mereka mengatakan siap untuk bergabung dengan medan Jihad di mana saja di bumi ini.
Beberapa bulan lalu, media Denmark melaporkan kematian seorang pejuang, Slimane Hadj Abdelrahman, yang ibunya adalah Denmark dan ayahnya Aljazair.  Pada tahun 2001-2004 ia ditahan di Guantanamo.
Informasi mengenai pembentukan Brigade Muhajirin dan Anshar diterbitkan pada akhir Maret di situs Kavkaz CenterKC melaporkan bahwa pejuang Islam dari berbagai negara memiliki jumlah lebih dari seribu orang.
Menurut laporan surat kabar tersebut, semakin lama perang berlanjut, maka akan semakin banyak unsur-unsur asing yang masuk.  Karena kekacauan yang terjadi di sana, mereka dapat dengan mudah bersembunyi, ujar Marcin Zoborowski, direktur Institut Polandia untuk Urusan Asing.  Mereka memiliki pengalaman tempur yang baik, lanjutnya. 

Kamis, 11 April 2013

Video Pembunuhan Syaikh Al Buthi: Selamat dari Ledakan Bom, Lalu Ditembak


Sebuah video yang berisi adegan pembunuhan Syaikh Muhammad Ramadhan Al Buthi di Masjid Al Iman Damaskus diunggah oleh akun Jabhat Al Nusrah, pada 8 April 2013, di Youtube.

Dalam video tersebut, Syaikh Al Buthi nampak sedang duduk di belakang meja, memberikan kajian tafsir Al Quran rutinnya. Kemudian sebuah bom meledak, namun ledakannya tidak membuat Syaikh Al Buthi meninggal.

Kemudian seorang lelaki memakai jas hitam datang ke depan meja Syaikh Al Buthi dan menembakkan senjata apinya dalam jarak dekat. Setelah menembak Syaikh Al Buthi, ia pergi. Sementara Syaikh Al Buthi nampak tak sadarkan diri dengan bersimbah darah. Diduga, pelaku penembakan tersebut adalah anggota Shabiha, kelompok pelindung Basyar Al Assad laknatullah 'alaihim


Sumber:  http://news.fimadani.com

Rabu, 10 April 2013

Darah Terus Menganaksungai di Suriah: Dalam Seminggu Sudah 500 Warga Dibunuh





Mahasuci Allah yang menetapkan ujian iman dan kesabaran bagi hamba-hambaNya sesuai dengan kehendakNya. Sesudah dua Jumat lalu ditetapkan oleh pihak oposisi sebagai Jumat ‘Berita Gembira untuk Orang-orang yang Bersabar’, dan Jumat 5 April lalu ditetapkan sebagai “Jumatnya Para Pengungsi yang Mulia”, amuk rezim Basyar al-Assad sama sekali tidak mengendur, kalau bukan malahan semakin menggila.
Hari Selasa 9 April lalu, para relawan Local Coordination Committees mendokumentasikan jatuhnya syuhada (bi-idznillah) sebanyak 120 orang di seluruh Suriah, termasuk 8 wanita dan 19 orang anak. SEMBILAN BELAS ANAK TEWAS dibunuh dengan bom dan mortir serta rudal dalam sehari, tubuh mereka ditemukan di bawah reruntuhan gedung. Ditemukan pula jenazah satu orang yang meninggal dunia karena disiksa.
Sebanyak 35 orang orang menemui syahid di Damascus dan kawasan pinggirannya, 30 orang di Aleppo, 24 orang di Homs, 12 di Dara’a, 6 di Idlib, 4 di Hama, 2 di Raqqah dan 1 di Lattakia.
Para relawan juga melaporkan terjadinya pengeboman di 288 titik di berbagai kawasan kota dan desa di Suriah. Bombardments dengan pesawat-pesawat tempur terjadi di 13 titik di berbagai kawasan sementara penembakan mortir terjadi di 106 titik. Serangan-serangan artileri terjadi di 103 titik sementara penggempuran dengan roket-roket dilakukan rezim ke 66 titik di berbagai kawasan Suriah.
Para pejuang pembebasan Suriah, Jaysul Hurr, terlibat pertempuran di 128 titik, termasuk di Deir Ezzur di mana sebuah helikopter militer rezim berhasil ditembak jatuh. Para pejuang juga berhasil merontokkan sebuah pesawat MiG di kawasan Ghutah Syarqiyah di pinggiran Damascus.
Para pejuang membunuh 40 tentara rezim termasuk beberapa perwira sesudah pertempuran di kawasan Rumah Sakit al-Kindi. Di Hama, Jaysul Hurr berhasil membebaskan kota Zariqi sesudah pAngka mungkin tidak berbicara banyak, tapi hati orang-orang beriman akan berbicara dan ikut berdoa ketika warga Suriah yang disiksa dan dizalimi habis-habisan seperti ini menyerukan, “Ya Allah, maa lanaa ghayraKa ya Allah… Ya Allah, tiada bagi kami selain Engkau.” (Sahabat Suriah)ertempuran dengan rezim. Di Dara’a, Jaysul Hurr memulai penyerangan terhadap batalion transportasi dan perlengkapan rezim, sementara di kawasan Kafr Susah di Damascus yang dikenal sebagai kawasan kelas tinggi, Jasyul Hurr menembakkan mortir ke arah kawasan kantor perdana menteri.
Hari Senin 8 April,
Pada hari Sabtu, 6 April, LCC mendokumentasi jatuhnya 116 syuhada termasuk 1o wanita dan 13 anak. Juga diketemukan jasad 6 orang syuhada yang disiksa. Sebanyak 37 syuhada ditemukan di Aleppo, 34 di Damascus dan kawasan pinggirannya, 20 di Hama, 9 di Dara’a, 8 di Homs, 5 di Idlib, 2 di Hasakah dan 1 di Deir Ezzur.
Pada hari Jumat 5 April, jatuh 83 orang syuhada termasuk 2 wanita dan 10 anak serta 11 orang yang disiksa. Sebanyak 48 syuhada ada di Damascus dan kawasan pinggirannya, 14 di Aleppo, 8 di Dara’a, 4 di Hama, 4 di Idlib, 2 di Homs, 2 di Deir Ezzur dan 1 di Raqqah.
Bila dihitung selama seminggu penuh maka sudah jatuh sekitar 500 orang korban warga Suriah yang semula hanya meminta reformasi namun kemudian langsung ditindas kejam oleh rezim Basyar al-Assad. Januari lalu PBB menyatakan bahwa jumlah korban sudah 70 ribu orang, namun melihat jumlah korban yang berjatuhan dalam waktu singkat, agaknya dalam waktu singkat angka itu harus direvisi.

sebuah bom mobil meledak di kawasan sibuk kota Damascus yang bernama Sab’ah Bara’at. Diberitakan sedikitnya 19 orang tewas dan puluhan lainnya, termasuk anak-anak sekolah, cedera. Pada hari yang sama, di kawasan Jobar yang strategis di Damascus, pasukan rezim melakukan penembakan membabibuta termasuk dengan gas beracun.
 Pada hari Ahad 7 April, korban kekerasan jatuh sebanyak 151 orang, termasuk 8 wanita dan 11 orang anak. Sebanyak 4 orang ditemukan syahid (bi-idznillah) sesudah disiksa rezim. Sebanyak 48 syuhada ditemukan di Damascus dan kawasan pinggirannya, sementara di Aleppo jatuh korban sebanyak 39 orang, terutama di kawasan Ameriah. Sebanyak 23 orang syuhada jatuh di Homs, 12 di Deir Ezzur, 10 di Hama, 8 di Dara’a, 6 di Idlib, 2 di Lattakia, 2 di Hasakah dan 1 di Raqqah.

http://sahabatsuriah.com
 


Selasa, 09 April 2013

Maret Paling Berdarah di Suriah, Lebih dari 6 Ribu Nyawa Melayang, 300 Anak Jadi Korban

Lebih dari 6 ribu orang tewas di Suriah selama bulan Maret – bulan paling berdarah sejak dimulainya berbagai unjukrasa menuntut reformasi yang langsung ditindas dengan brutal oleh rezim Basyar al-Assad.  
Angka kematian yang demikian tinggi ini diungkapkan oleh para relawan  kemanusiaan – baik yang berbasis di luar maupun di dalam Suriah. Salah satu NGO yang terus menerus mendokumentasi berbagai tindak kekerasan ini adalah Local Coordination Committees (LCC) yang melaporkan jumlah korban di setiap penghujung hari.  
Pada hari Ahad 31 Maret 2013, misalnya, jatuh korban nyawa sebanyak 178 orang di seluruh Suriah, lebih dari 100 orang di antaranya adalah yang tewas di Damascus dan kawasan sekitarnya – tempat sedang terjadinya pertempuran hebat beberapa hari terakhir. 
Pada hari Sabtu 30 Maret 2013, jatuh korban sebanyak 114 orang, termasuk 5 wanita dan 12 anak-anak. Sebanyak 48 orang adalah warga yang syahid (dengan izin Allah) di Damascus karena berbagai serangan dari rezim Assad ke arah kawasan penduduk biasa, mulai dari bom yang dijatuhkan dari pesawat sampai rudal. 
LCC mencatat pula bahwa pada hari Sabtu lalu, terjadi pengeboman dan penembakan dengan rudal di 369 titik – termasuk 22 kali dengan pesawat tempur – di berbagai kota dan desa Suriah. Desa Kherbet Ghazalah di Dara’a dihantam dengan cluster bombs, sementara Kafraya di Idlib dijatuhi bom vacuum. Ada 3 titik pengeboman dengan bom fosfor yang dilarang oleh konvensi internasional, yang dilakukan rezim Assad di 3 titik di Suriah. 
Pada hari Kamis 28 Maret, LCC mencatat sedikitnya jatuh korban 141 orang, termasuk 6 wanita dan 4 anak- anak. Sebanyak 3 orang ditemukan meninggal dunia dengan bekas-bekas siksaan. Sebanyak 51 orang tewas di Damascus, termasuk para mahasiswa dan pengunjung sebuah kafe di Fakultas Arkitektur di Universitas Damascus. Ikut syahid dalam penyerangan dengan mortir di kampus itu seorang bocah lelaki kecil yang biasa berada di sana untuk berdagang tisyu dan permen karet.





300 Anak Syahid
Kemarin, Senin 1 April 2013, dari 11 orang warga yang syahid (dengan izin Allah) di Ma’rat Nu’man, sebanyak 7 di antaranya adalah anak-anak. 
Rami Abdelrahman dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris, menyatakan kepada sejumlah media baik yang berbahasa Inggris maupun Arab bahwa lembaganya mencatat 6.005 orang yang tewas dalam bulan Maret.
Termasuk di antara para korban adalah 291 orang wanita, 298 anak, 1.486 orang pejuang pembebasan Suriah serta para tentara yang meninggalkan pasukan rezim Basyar, serta 1,464 orang tentara yang setia kepada rezim.
Sisanya adalah warga dan mujahidin yang tidak dapat diidentifikasi. 
SOHR sudah mendokumentasi total 62.554 orang tewas, namun menyatakan bahwa angka sesungguhnya kematian dalam revolusi yang diawali pada 15 Maret 2011 itu jauh leboh tinggi.  
“Kami perkirakan malah sudah mencapai 120 ribu orang,” demikian Rami Abdelrahman. “Banyak sekali kasus kematian yang sulit didokumentasi karena itu belum kami masukkan ke dalam (statistik) kami.”
PBB memperkirakan jumlah korban yang jatuh sudah mencapai 70 ribu orang.

Meter demi Meter
Sementara itu, para pejuang pembebasan Suriah secara serentak mengumumkan berbagai ‘amaliyah untuk mengusir tentara rezim dan merebut kembali berbagai kawasan Suriah dari tangan rezim. Sesudah diumumkannya pertempuran Zalzalatul Husn di Damascus dan sekitarnya, kemarin diumumkan pertempuran khusus untuk membebaskan para tawanan rezim Assad di Aleppo di utara Suriah.
Malam tadi waktu Aleppo, para pejuang dari berbagai brigade Jaysul Muhajirin wal Anshar, Jabhatul Islamiyyah bergabung dengan brigade yang sudah ada di Aleppo seperti Liwa‘ at-Tauhid, Jabhatut Tahrir Suriah dan Ahrar asy-Syam dan mengumumkan dimulainya pertempuran فك الأسرى. Tujuan utama operasi ini adalah membebaskan sejumlah para tawanan di berbagai titik termasuk Rumah Sakit al-Kanadi. 
Sebagaimana sudah beberapa kali diberitakan Sahabatsuriah.com, masih ada puluhan ribu warga Suriah yang ditawan dan disiksa luar biasa oleh rezim Assad. 
Ke arah perbatasan Suriah – Yordania, para pejuang kini sudah merebut dan menguasai kota Da’el yang merupakan titik strategis dan kunci menuju Damascus. Di Deir Ezzur, diberitakan bahwa para pejuang telah merebut sekitar 70 persen ladang minyak yang selama puluhan tahun dikuasai rezim.
http://sahabatsuriah.com

Senin, 08 April 2013

Tatap Mata si Kecil Ini. Dia Tewas Diroket Rezim di Aleppo. Satu dari 130 yang Syahid (dengan Izin Allah)

Tataplah mata bening bayi ini, mata yang sudah tidak melihat lagi sesudah nyawanya melayang akibat luka-luka ketika pasukan rezim Basyar al-Assad melontarkan roket demi roket ke arah kotanya: Aleppo.
ampai di penghujung hari Selasa, 2 April 2013, NGO yang bernama Local Coordination Committees mencatat dan mendokumentasikan – lengkap dengan biodata, foto atau video – jatuhnya 130 nyawa akibat perang di berbagai kawasan Suriah. Termasuk di antara mereka adalah 6 wanita dan 11 anak. Di Aleppo – kawasan utara Suriah yang sebagian besarnya sudah dikuasai oleh para pejuang – jatuh 48 orang syuhada (dengan izin Allah). Sebanyak 40 orang tewas di Damascus dan kawasan sekitarnya; 11 di Homs; 9 di Idlib; 8 di Dara’a; 5 di Hama; 4 di Deir Ezzur; 1 di Raqqa dan 1 lagi syahid di Lattakia.
NGO yang sama juga mencatat terjadinya pengeboman/penyerangan di 352 titik di berbagai kota dan desa Suriah. Dilaporkan, pesawat-pesawat tempur Assad menyerang dan menjatuhkan berbagai jenis bom di 33 titik di seluruh Suriah, termasuk rudal surface-to-surface di Daraya, Busra Sham dan Khalidiyah, sementara bom gentong dijatuhkan di Atareb dan Deir Jammal. Rezim juga menggunakan rudal Scud di 3 distrik.

Bom Fosfor
Bom fosfor yang dilarang penggunaannya secara internasional dan yang berulangkali digunakan oleh Israel sewaktu menyerang Gaza, juga digunakan rezim Assad terhadap rakyatnya sendiri. Local Coordination Committees melaporkan bom fosfor dijatuhkan di Malihah di luar Damascus, sementara bom cluster dipakai rezim di Binnish, Adanan, Karm Nuzha, Da’el dan Sura.
Bom vacuum dijatuhkan di Abel, Homs.
Terdokumentasi pula penggunaan gas beracun yang ditembakkan rezim ke arah sejumlah tempat terjadinya pertempuran antara rezim dengan Jaysul Hurr, para pejuang pembebasan.
Peledakan dengan mortir dilakukan di 109 titik sementara penyerangan artileri di 116 titik. Penyerangan dengan menggunakan rocket launchers terjadi di 73 titik.

Pertempuran
Dilaporkan pula terjadinya pertempuran hebat antara pasukan rezim dengan Jaysul Hurr di 138 titik, termasuk di desa Sahlabiyah di Raqqa, di mana pejuang berhasil menjatuhkan satu pesawat tempur rezim.
Jasyul Hurr juga mentarget sebuah konvoi militer yang sedang menarik diri dari markas batalion 49 di Dara’a. Sebanyak 6 kendaraan militer rezim juga berhasil dihancurkan oleh para pejuang.
Di Sweidah, Jasyul Hurr menyerbu masuk ke markas batalion 66 Hajanah di timur kota Tal Melh dan membunuh sejumlah tentara. Para pejuang juga mentarget checkpoint militer di Bridija di Hama dengan rudal Grad. Di Aleppo, Jaysul Hurr menembakkan roket bikinan rumah mereka ke arah kampung Ameria yang menjadi basis para kakitangan rezim

http://sahabatsuriah.com

Senin, 01 April 2013

Tentara Loyalis Assad : Kami Tertawan tapi Kami Tidak Dianiaya

Pejuang Pembebasan Suriah, yang mengalahkan pasukan rezim al-Assad di kota utara Raqqa awal Maret, bersumpah untuk tidak akan “menganiaya”  pasukan Assad yang tertangkap.
Koresponden  Jomaa Akkash bertemu dengan para tahanan, yang dulunya sangat setia kepada pasukan Assad. Para tahanan mengatakan mereka tidak “dianiaya” oleh pejuang oposisi.
“Kami polisi di istana gubernur (Raqqa), kami dipersenjatai tetapi kita tidak  melakukan perlawanan . Ketika mereka [para pejuang oposisi] meminta kami untuk menyerahkan senjata , kami lakukan, dan kami menyerah. Para pejuang memperbolehkan  kami untuk menghubungi keluarga kami dan kami tidak menghadapi penganiayaan apapun, “kata seorang tahanan, mantan polisi.
Penjara Raqqa memiliki 50 tahanan dan terdapat tiga sel yang berbeda. Beberapa tawanan adalah sebagiannya dari Kepolisian Raqqa sementara yang lain adalah staf penguasa partai Baath .
Sementara pejuang oposisi mengatakan para tahanan akan diajukan ke depan pengadilan agama, negosiasi masih berlangsung dengan rezim Assad untuk menyelesaikan kesepakatan mengenai pertukaran tahanan.
“Negosiasi sedang berlangsung, dan kami berusaha untuk melakukan itu untuk menyelamatkan darah setiap kaum Muslim.”kata Abou Mousaab, seorang komandan Angkatan Darat FSA.
“Saya adalah salah satu dari mereka yang mendukung Bashar Al-Assad dan Partai Baath. Sesuatu membutakan hati dan pikiran saya. Mereka [rezim] itu memberitahu kita bahwa pejuang oposisi adalah musuh kita, bahkan lebih dari Israel. Aku menyesal setiap detik kenapa aku menghabiskan waktu untuk mendukung presiden Assad atau partai [Baath]. Tidak ada [pejuang oposisi] memukul saya atau menghina saya, “kata pengakuan seorang tahanan.
Tahanan Raqqa mengkonfirmasi bahwa tidak ada rekan-rekan mereka telah disiksa atau dibunuh.
Namun, Gubernur Raqqa dan sekretaris jenderal Partai Baath keduanya ditahan di sebuah penjara rahasia, di bawah kendali kelompok pejuang Islam, kata seseorang pejuang oposisi. (Dz/Arabiya)