Senin, 19 Agustus 2013

Ribuan Masjid Sudah Hancur di Suriah

Jaringan organisasi HAM di Suriah melaporkan lebih dari 1.450 masjid telah dihancurkan di Suriah, baik secara keseluruhan bangunan maupun sebagiannya.
Masjid-masjid itu hancur akibat dari bentrokan dan penembakan-penembakan yang terjadi sepanjang konflik Suriah. Bahkan peninggalan-peninggalan kuno dan penting dari Islam pun turut hancur.
Laporan yang dilansir oleh Aljazeera (14/07/2013) itu juga mengutuk apa yang terjadi terhadap masjid-masjid tersebut sebagai akibat dari operasi militer.
Padahal Suriah dikenal dengan masjid-masjidnya dan menara-menaranya di dunia Arab dan Muslim. Namun sekarang Suriah terkenal dengan masjid-masjidnya yang sudah dihancurkan oleh rezim Bashar al-Assad.
Salah satunya adalah Masjid Khalid bin Walid di Homs, telah dibom oleh rezim al-Assad.
Nasib yang sama juga dialami Masjid Umayyah di Aleppo. Mimbar dan menaranya yang dibangun oleh Nuruddin Zanki telah dihancurkan oleh rezim al-Assad. Anggota Ikatan Ulama Suriah, Majid Makki, kepada Aljazeera mengatakan bahwa hingga kini masjid-masjid masih menjadi tempatnya revolusi, tempatnya jihad dan juga tempat keluarnya kebebasan.
Ia menafikan adanya militan bersenjata yang berlindung di masjid. Makki mengatakan, rezim Suriah menargetkan seluruh peninggalan peradaban dan warisan Islam, baik itu masjid-masjid maupun monumen bersejarah lainnya.
Hidayatullah.com

Rezim Assad Bom Habis-habisan Masjid Khalid bin Walid di Homs

Sudah lebih dari 700 masjid di Suriah yang dirusak dan dihancurkan pasukan rezim Bashar al-Assad dengan berbagai cara, termasuk tank-tanknya, namun kebrutalan belum juga dihentikan.
Para relawan kemanusiaan yang bekerja keras menantang bahaya mencatat berbagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan rezim Bashar al-Assad dan para pendukungnya, belum merevisi angka masjid yang rusak namun agaknya akan terus bertambah.
Berikut ini rekaman penyerangan terhadap Masjid Khalid bin Walid di Homs yang pada saat berita ini diturunkan sedang menjadi bulan-bulanan pasukan Bashar al-Assad dan para pendukungnya.
Puluhan pengeboman dari udara dilancarkan sementara ratusan penyerangan artileri dan sebagainya terus dilakukan tanpa henti.
Dengan nada getir, seorang relawan media mengatakan, “Orang Inggris bilang it’s raining cats and dogs (hujan deras sekali), orang Arab bilang, “semoga hujan pengantin laki-laki, tapi kami di Homs ini mengalami hujan bom dan mortir.

Hidayatullah.com
Sahabatsuriah.com

Jumat, 28 Juni 2013

71 Perwira Tinggi Suriah Menyebrang ke Turki

Dalam hitungan jam sesudah para ulama dunia menyerukan Jihad di Suriah serta  pecahnya kabar bahwa Washington akan mempersenjatai ‘para pemberontak’ dengan ‘persenjataan ringan’, ratusan anggota pasukan bersenjata Suriah membelot.
Sabtu (15/06/2013), diberitakan ada 71 orang perwira – termasuk 7 orang jenderal – membelot dan menyeberang ke negara tetangga Turki, sementara sekita 30 orang anggota unit elit khusus Damascus, Garda Republik, juga membelot beberapa jam sebelumnya.
Namun sejumlah pengamat dan tokoh-tokoh yang mendukung perjuangan pembebasan Suriah di berbagai negara, termasuk di Amerika, menyatakan bahwa perubahan cepat ini tidak semata-mata disebabkan perubahan sikap Washington. Rozalina Chomsky lewat akun twitter-nya, @rozalinachomsky, menyatakan, “Para pahlawan di Suriah akan segera mendapatkan dukungan dan ini tidak ada kaitannya dengan ‘rencana’ Obama. Terima kasih orang-orang baik di Turki!”
Yang dimaksudkan perkembangan cepat ini, menurut Rozalina Chomsky, adalah dibukanya pintu-pintu perbatasan Turki – Suriah untuk masuknya persenjataan berat bagi para pejuang yang selama ini sudah terkumpul di Turki.
Informasi tentang kemungkinan mengalirnya persenjataan dari arah Turki sudah beredar di kalangan pengamat sejak tiga pekan lalu ketika para menlu Uni Eropa menyatakan mencabut embargo senjata terhadap Suriah. Ini memungkinkan negara demi negara Eropa untuk memberikan bantuan persenjataan kepada para pejuang. Tindakan ini diprotes keras sekutu Bashar, terutama Russia, yang selama dua tahun revolusi ini tanpa tedeng aling-aling terus mengirimkan persenjataan canggih termasuk rudal S3000 kepada rezim Basyar al-Assad.

Termasuk dalam perkembangan cepat ini adalah:
  • Pada Kamis 13 Juni, pemerintahan Presiden Barack Obama mengumumkan akan mempersenjatai ‘para pemberontak’ dengan persenjataan ringan. Keputusan ini diambil sesudah berbulan-bulan desakan dari pihak oposisi agar Barat membantu persenjataan, dan sesudah dikabarkan adanya bukti-bukti rezim Basyar al-Assad menggunakan senjata kimia – sarin – dalam menumpas pejuang dan warga biasa.
  • Hari Kamis dan Jumat, 13 dan 14 Juni, para ulama berpengaruh dari berbagai negara berkumpul di Mesir dan menyerukan kepada ummat Muslim untuk berjihad dengan berbagai cara demi menolong warga Suriah, termasuk dengan mempersenjatai para pejuang.
  • Raja Abdullah dari Saudi Arabia memotong liburannya di Maroko dan kembali ke negerinya Jumat 14 Juni pagi karena berbagai perkembangan di Suriah.  Sebagaimana diketahui, dalam waktu dua bulan terakhir ini, Saudi mengambilalih peran Qatar dalam mendukung para pejuang, meski Jaysul Hurr/Free Syrian Army menyatakan bahwa belum ada bantuan yang berarti dan dapat mengubah kondisi peperangan. Hal ini terbukti dengan kenyataan di lapangan, terutama di kota Qusayr, Propinsi Homs, yang jatuh ke tangan pasukan rezim Basyar al-Assad yang dibantu ribuan tentara milisia Syi’ah Hizbullah dari Lebanon, pada akhir bulan lalu. Ratusan orang warga Qusayr dibantai oleh rezim dan Hizbullah pada saat mereka hendak melarikan diri dari kota itu ke tempat yang lebih aman.
  • Pimpinan Hizbullah, Hassan Nasrullah, berjanji di Beirut pada Jumat 14 Juni kemarin bahwa pihaknya akan terus mendukung rezim Basyar al-Assad sampai menang. Hassan menyatakan bahwa Hizbullah sadar sepenuhnya akan harga yang harus mereka bayar karena keterlibatan mereka di Suriah, namun juga bahwa Hizbullah “tidak akan tergoyahkan” dalam mencapai tujuan mereka. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Hassan menurunkan lebih dari 4000 orang pasukannya untuk mengepung dan menjatuhkan Qusayr, dan untuk berperang di Damascus. Dalam waktu tiga minggu pengepungan, sekitar 300 tentara Syi’ah Hizbullah diberitakan mati di Qusayr.
  • Washington akan mengarahkan bantuan persenjataan itu kepada Komando Tinggi Militer para pejuang yang dikepalai oleh Mayjen Salim Idris yang sudah beberapa minggu terakhir ini vokal menyerukan permintaan persenjataan berat dari Amerika dan Eropa. Bantuan sekedar senapan mesin dan RPGs tidak cukup menolong para pejuang menghadapi serangan udara rezim, demikian dinyatakan Idris. Para pejuang juga membutuhkan senjata-senjata anti-tank untuk menghadapi tank-tank Russia yang dipakai rezim Basyar al-Assad bukan saja untuk mentarget para pejuang tapi juga warga biasa dan bahkan untuk menghancurkan masjid-masjid.
“Kalau ada sekedar dukungan persenjataan, kami bisa berjuang terus dalam waktu panjang. Tapi kalau kami memperoleh cukup latihan dan senjata dan terorganisir dengan baik, saya pikir kami hanya
butuh sekitar 6 bulan untuk menjatuhkan rezim ini,” demikian Idris.
Menurut Gedung Putih, Obama melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Inggris, Prancis, Italia dan Jerman mengenai Suriah, sebagai bagian dari persiapan KTT G8 di Irlandia Utara pekan depan. Termasuk yang dibicarakan adalah penggunaan senjata kimia oleh rezim Basyar al-Assad.*
Laporan lengkap penggunaan senjata kimia oleh rezim Basyar dapat ditemukan di laman Syrian Network for Human Rights, pada tautan ini: http://syrianhr.org/reports/syrian-network-for-human-rights-report-14-06-2013.pdf

http://hidayatullah.com
http://sahabatsuriah.com

Rabu, 12 Juni 2013

Syeikh Qaradhawi Serukan Jihad Lawan Milisi Syiah Libanon dan Rezim Assad

Ulama terkemuka Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi menyerukan jihad ke Suriah hari Sabtu (1/6) lalu. Seruan ini juga disampaikan bersamaan dengan kecamannya atas serangan milisi Syiah Libanon yang menamakan dirinya ‘Hizbullah’ terhadap para pejuang pembebasan Suriah.

“Setiap Muslim yang terlatih untuk berjuang dan mampu melakukannya harus membantu para pejuang Suriah,” ujarnya di Doha, seperti dikutip dari situs Al Arabiya. Ia melanjutkan, “Iran memberikan bantuan senjata dan tentara untuk membantu rezim Suriah lalu mengapa kita hanya berdiam diri?”

Ia pun mengatakan, kelompok militan ‘Hizbullah’ yang dalam bahasa Arab berarti “partai Allah” lebih cocok disebut “partai setan”. Milisi Syiah Libanon itu yang merupakan sekutu dekat Iran dan rezim Suriah, secara terbuka melibatkan diri dalam perang melawan para pejuang di Suriah.

“Pemimpin partai setan itu datang untuk melawan kaum Muslimin Sunni. Sekarang kita tahu apa yang diinginkan Iran. Mereka ingin meneruskan pembantaian terhadap Sunni. Bagaimana mungkin seratus juta penganut Syiah di seluruh dunia bisa mengalahkan Sunni yang mencapai 1,7 miliar orang? Ini hanya karena Muslim Sunni lemah,” papar Al-Qaradhawi.

Syeikh Al-Qaradhawi juga menyalahkan dirinya karena pernah mendukung milisi Syiah Libanon dan pemimpinnya, Hassan Nasrallah yang berhasil menarik simpati massa setelah memimpin Hizbullah melawan ‘israel’ pada 2006.
“Saya sempat membela Nasrallah dan partainya, partai tirani di depan ulama-ulama Arab Saudi yang mengkhawatirkan Syiah Iran dan para sekutunya,” imbuhnya

“Tampaknya para ulama Arab Saudi lebih dewasa dibandingkan saya,” Syeikh Al-Qaradhawi melanjutkan.

Para anggota milisi ‘Hizbullah’ terlibat dalam pertempuran sengit melawan para pejuang untuk menguasai kota Qusayr di Suriah, di dekat perbatasan Libanon. Dari pertempuran ini, ‘Hizbullah’ kehilangan puluhan anggota bersenjatanya.
Hidayatullah.com 
SahabatAlAqsha.com

Rabu, 22 Mei 2013

Relawan: ‘Rezim Bashar Dibantu Milisi Hizbullah Bantai 350 Rakyat Suriah Dalam Sehari’

Pasukan rezim Bashar al-Assad dibantu tentara Hizbullat dari Libanon, divisi Republican Guard dari Damascus serta milisia syabihah kemarin waktu Subuh, Senin 21 April 2013, melakukan pembantaian besar-besaran di kawasan Jdaidah al-Fadl atau Jdaidah Artouz  di pinggiran Damaskus.

Sebanyak 350 orang warga Jdaidah Artouz menemui syahid (Insya Allah) dalam pembantaian itu. Termasuk di antara mereka adalah anak-anak kecil, wanita, orang dewasa dan warga umum lainnya. Sebagian dari mereka dibunuh dengan cara ditembak, sebagian lagi disiksa dan disembelih. Ada jenazah yang ditemukan dengan tengkorak kepala mereka pecah serta rahang yang hancur karena hantaman keras. Sebagian jenazah mereka lalu dibakar di dekat markas Resimen 100 rezim Bashar al-Assad, demikian informasi yang diperoleh dari Local Coordination Committees (LCC).
Ini adalah pembantaian ke dua dalam waktu hanya beberapa hari. Tiga hari sebelumnya, sebanyak 100 warga dibunuh dengan cara yang sama di Jdaidah Artouz.


Dalam sehari kemarin, ditemukan 566 jenazah para syuhada oleh para relawan dan pekerja kemanusiaan di seluruh kawasan Suriah.  Jenazah terbanyak ditemukan di Jdaidah Artouz ini.


Sekali lagi, 566 jenazah syuhada Suriah, warga biasa yang tak berdosa termasuk anak-anak dan bayi, ditemukan dalam sehari. Jumlah terbesar, yaitu 483 syuhada, ditemukan di Damascus dan kawasan pinggiran termasuk Jdaidah Artouz. Sebanyak 23 orang syuhada ditemukan di Aleppo; 21 di Idlib, termasuk 14 orang anak dan guru mereka di sekolah di kampung Maghara; 15 orang menemui syahid di Homs; 12 di Dara’a; 7 di Deir Ezzur dan 5 di Hama.


Masih banyak mayat yang sampai hari ini terkubur di reruntuhan berbagai gedung dan bangunan yang dibom dan diluluhlantakkan oleh rezim Bashar al-Assad dari pesawat-pesawat tempur.


Menurut Rafif Jouejati, jurubicara Local Coordination Committees in Syria (LCC), sebanyak 721 syuhada jatuh di kawasan Jdaidah Artouz selama dua tahun revolusi ini.


Sekali lagi, 721 orang warga kampung Jdaidah Artouz menjadi syuhada dalam dua tahun ini. Secara total, jumlah syuhada di seluruh Suriah sudah mencapai lebih dari 100.000 orang, menurut LCC.


Sengaja Menyerang Rakyat

Menurut berbagai sumber oposisi, penyerangan yang dilakukan itu jelas untuk mentarget masyarakat sipil biasa – karena dilakukan sesudah para pejuang pembebasan Suriah, Free Syrian Army/Jasyul Hur menarik diri dari kawasan Jdaidah demi menyelamatkan warga agar tidak terperangkap dalam pertempuran melawan pasukan rezim.

Yang dilakukan rezim Bashar sesudah FSA mundur dari kawasan itu adalah justru memobilisasi kekuatan pasukan besar-besaran untuk menyerbu masuk dan menghabisi warga Jdaidah Artouz.

Pasukan rezim Bashar al-Assad kemarin terdiri dari anggota Divisi 4, Republican Guard (unit khusus dengan persenjataan canggih berkekuatan 25 ribu yang dikhususkan untuk Damascus saja), dibantu ratusan tentara Hizbullat dari Libanon yang masuk ke Suriah dengan kartu-kartu identitas palsu, serta para preman kakitangan rezim dari barak-barak kawasan Sumariyyah di pinggiran Damaskus.

Selain menembaki dan menyembelih rakyat, pasukan rezim juga melakukan penangkapan besar-besaran, terutama dari kalangan mereka yang kedapatan mencoba menyelenggarakan dan menguburkan jenazah para syuhada.

Sampai detik ini, penangkapan-penangkapan terus terjadi. Jaringan telekomunikasi di kawasan pinggiran Damascus diputus, dan semua jalan keluar dan menuju Jdaidah Artouz juga ditutup.

Patut dicatat, kota ini selama dua tahun terakhir ini menjadi tempat berlindung para warga yang mengungsi dari kawasan Ghutah Syarqiyah dan Ghutah Gharbiyah.

Tanggung Jawab

Local Coordination Committees menyampaikan rasa duka dan solidaritas terdalam mereka bagi keluarga dan kerabat para syuhada Jdaidah Artouz, para warga yang menemui syahid revolusi dalam menuntut kemerdekaan dan kemuliaan hidup di Suriah, serta seluruh rakyat Suriah.

“Kami menyatakan bahwa rezim Suriahlah yang bertanggungjawab penuh atas kekejaman brutal yang dilancarkan atas warga sipil tak bersenjata, dan kami menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk merujukkan semua tindak kriminalitas ini kepada Mahkamah Internasional sebagai kejahatan perang,” demikian dinyatakan LCC.

“Kami menyerukan kepada masyarakat internasional dan berbagai lembaganya untuk memikul tanggung jawab legal dan etis mereka sebab rezim Suriah masih terus melancarkan berbagai kejahatan terhadap kemanusiaan - crimes against humanity - dan untuk mengambil langkah-langkah untuk menghentikan semua pembantaian ini.”

“LCC juga menyerukan kepada semua lembaga dan komite politik yang dipimpin oleh Koalisi Nasional Suriah dan kepada semua kekuatan oposis untuk menyelesaikan semua perbedaan di antara. Kami serukan kepada mereka untuk segera mengambil tanggung jawab menghentikan tragedi yang dialami warga Suriah ini.”

“LCC menyerukan kepada semua kekuatan perlawanan, dan terutama kepada saudara-saudara kami di Free Syrian Army, untuk memperbaiki koordinasi dan kerjasama di antara mereka agar dapat meningkatkan tingkat keberhasilan operasi-operasi militer mereka terhadap kekuatan-kekuatan rezim. Kami tegaskan kepada semua kekuatan perlawanan bersenjata bahwa prioritas mereka adalah untuk melindungi warga sipil dari kawasan-kawasan konflik.”

“Semoga Allah merahmati para syuhada kita. Semoga saudara-saudara kita yang terluka segera sembuh dan para tawanan segera sembuh."

Hidayatullah.com  
Sahabatsuriah.com

Israel Serang Suriah. Reaksi Bashar al-Assad? Terus Bunuhi Rakyat Sendiri

Serangkaian ledakan besar yang diikuti kebakaran mengguncang di Damaskus dini hari Ahad 5 Mei kemarin. Berbagai media menyatakan bahwa terjadi serangan udara Israel terhadap beberapa instalasi militer Suriah yang terpusat di Gunung Qasiyun di luar Damaskus.
Sejumlah saksi mata mengatakan bahwa terjadi puluhan kali ledakan besar yang diikuti dengan guncangan sep

erti gempa bumi yang menyebabkan pintu dan jendela rumah di Damaskus ikut berguncang keras.
Rezim Suriah menyatakan bahwa yang ditarget adalah fasilitas riset militer yang berlokasi sedikit di luar Damaskus. Beberapa video amatir yang diunggah ke YouTube memperlihatkan rekaman ledakan-ledakan itu, termasuk ini:
Kantor berita resmi Suriah SANA menyatakan, ledakan terjadi di pusat riset militer Jamrayah, namun sejumlah media Barat termasuk Reuters dan NBC mengutip sumber intelijen Amerika Serikat yang tidak disebutkan namanya bahwa “serangan Israel” itu adalah untuk menghentikan pengiriman rudal-rudal bikinan Iran kepada milisi Syi’ah Hizb di Libanon.


Seorang jurubicara Israel di Washington mengatakan, pihaknya tidak akan memberi komentar apa pun mengenai laporan penyerangan itu tapi mengegaskan, “Israel bertekad mencegah pengiriman senjata-senjata kimia atau persenjataan yang bersifat game-changing dari rezim Suriah kepada para teroris, terutama Hizb di Libanon.”


Serangan Ke Dua


Penyerangan ini adalah yang ke dua dalam waktu beberapa bulan saja. Pada bulan Januari, Damaskus meng-klaim bahwa Israel jmenyerang fasilitas riset militer Suriah yang sama sampai dua orang tewas dan lima orang lainnya luka-luka. Pihak Tel Aviv tidak membantah, namun baru membenarkan pada 22 April lalu bahwa memang benar Israel melakukan serangan tapi bukan ke Jamrayah melainkan ke arah konvoi kendaraan yang membawa persenjataan dari Suriah ke Libanon.


Pada Januari lalu itu, rezim Assad bersama-sama pemerintahan Iran hanya mengatakan akan “membalas” ketika itu, tapi sampai sekarang tidak diketahui ada serangan balasan apa pun atas agresi Israel kepada rezim Suriah yang sudah lebih dari 2 tahun mengagresi rakyatnya sendiri sehingga menewaskan sekitar 100 ribu orang sejauh ini.


Kali ini pun, rezim Suriah hanya mengatakan akan “membalas” tanpa kejelasan bagaimana dan kapan akan membalas. Alih-alih dari mengerahkan kekuatan untuk melawan Zionis, pasukan rezim Bashar al-Assad menghabiskan seluruh waktunya seharian kemarin untuk melanjutkan pengeboman dan pembunuhan terhadap rakyat Suriah sendiri, termasuk di kawasan Baniyas, Tartous, yang pada Kamis dan Jumat (2-3 Mei) lalu menjadi ladang pembantaian.


Sesudah membunuh ratusan warga Muslimin di Baniyas minggu lalu itu, pesawat-pesawat tempur rezim Assad malah dikerahkan untuk menjatuhkan bom ke atas Baniyas. Salah satu korbannya adalah anak ini:

Masih ada perbedaan penilaian tentang modus penyerangan; ada sumber yang mengatakan bahwa pesawat-pesawat tempur Israel menyerbu masuk udara Suriah untuk melakukan penyerangan itu, ada juga yang mengatakan bahwa yang terjadi adalah penyerangan dengan rudal-rudal. Selain itu, media-media Libanon melaporkan bahwa jet-jet Israel terbang di atas kawasan negeri itu sedikitnya tiga kali yaitu pada Kamis, Jumat dan Sabtu, 2 – 4 Mei.

‘Pernyataan Perang’

Sementara itu, salah seorang jurubicara pejuang pembebasan Suriah, menyatakan kepada NBC bahwa ledakan-ledakan besar terjadi sekitar pukul 2 pagi di kawasan pegunungan Qasiyun, di pinggiran Damaskus.

“Ada 10 lokasi yang diserang. Sulit memastikan apa yang kena dan apa yang meledak sesudahnya. Beberapa yang ditarget adalah persenjataan dan depot senjata,” demikian jurubicara yang tidak disebutkan namanya itu. “Ledakan-ledakan susulan terjadi terus menerus selama sekitar empat jam. Damaskus guncang. Bahkan sesudah Subuh pun udara Damaskus masih dipenuhi asap.”

Pusat media para pejuang (Free Syrian Army atau Jaysul Hurr) menyebutkan 9 target penyerangan udara itu, termasuk markas pasukan elit Garda Revolusi Suriah, markas brigade 104, depot persenjataan di Qasiyun dan pusat riset militer di Jamrayah. Listrik padam dan kebakaran yang disebabkan serangan udara itu menerangi langit Damaskus sampai seperti sudah siang hari.

Wakil Menlu Suriah Faisal Mekdad menyatakan kepada CNN bahwa serangan Israel itu merupakan “pernyataan perang.” “Israel akan merasakan akibatnya. (Serangan udara) ini merupakan dukungan nyata Israel bagi al-Qaidah dan Wahhabisme di Suriah,” demikian Mekdad.

“Kami (sudah pernah) menghadapi hal (yang sama dengan) ini pada beberapa peristiwa dan kami membalas dengan cara yang kami inginkan,” kata Mekdad.

Malah Memerangi Rakyat

Sampai tengah malam tadi waktu Damaskus, belum ada kabar serangan balik Suriah kepada Israel. Beberapa pihak oposisi dengan sinis mengomentari, “Pasukan Assad tidak membalas serangan Israel karena sedang sibuk membunuhi wanita, anak-anak dan warga Suriah,” demikian Revolution Syria.

Sementara itu, para relawan Local Coordination Commitees in Syria (LCCSy) melaporkan semalam bahwa serangan pasukan rezim Bashar terhadap rakyatnya sendiri terus menerus terjadi, sehingga menewaskan sedikitnya 110 orang, termasuk 16 wanita dan 21 anak. Termasuk yang diserang adalah Baniyas, tempat pembantaian massal oleh rezim Bashar selama dua hari berturut-turut. Beberapa foto dan video peristiwa itu baru bermunculan kemarin, termasuk di bawah ini.



















Hidayatullah.com
 Sahabatsuriah.com

Relawan Temukan Tumpukan Mayat Bayi dan Anak-anak yang Dibakar di Baniyas

Rezim Bashar al-Assad akhirnya izinkan sejumlah pekerja kemanusiaan yang tergabung dalam Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk masuk ke kawasan Al-Baydha dan Raas al-Nabii’ di Baniyas, Tartous, di Utara Suriah, untuk mengevakuasi jenazah warga dua desa itu yang dibantai selama 2 hari berturut-turut, Kamis dan Jumat, 2-3 Mei lalu.
Satu demi satu lagi foto dan video yang mengerikan muncul di berbagai media sosial yang dipakai oleh pihak oposisi dan para pejuang pembebasan Suriah untuk memperlihatkan luar biasanya kekejaman mereka yang melakukan ethnic cleansing atas warga Muslim di Suriah ini.

Warga Muslimin Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah adalah mayoritas di Suriah yang (sebelum revolusi) berpenduduk sekitar 20 juta itu. Warga Syi’ah adalah minoritas yang selama beratus tahun hidup berdampingan di Suriah. Warga Alawiyah, sekte Syi’ah yang bahkan sangat kecil jumlahnya, adalah yang sudah 40 tahun ini berkuasa lewat rezim Assad.
Ketika akhir tahun lalu para pejuang kelihatan semakin efektif dalam bertempur dan mulai merebut daerah demi daerah dari tangan pasukan rezim Suriah, dunia Barat dan mereka yang menyebut diri pengamat mulai menyuarakan kekhawatiran kalau-kalau kaum Muslimin – terutama yang disebut jihadis – akan menang dan berkuasa di Suriah. Mereka menganggap, bila mujahidin menang maka yang akan terjadi adalah Afghanistan ke 2 dan kaum minoritas akan ditindas karenanya.
Namun pembantaian demi pembantaian, seperti yang terjadi di Baniyas (sebuah kawasan Muslim yang terjepit di antara pemukiman Syi’ah) menunjukkan yang sebaliknya.
Komentar Revolution Syria, Sectarian cleansing is being conducted by a hateful murderous minority within a minority and the world is worried about minorities in Syria." (Pembersihan sektarian sedang dilancarkan sekelompok minoritas pembunuh (yang merupakan) bagian dari sebuah minoritas dan dunia meributkan (nasib) minoritas di Suriah).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pasukan Assad dibantu oleh gerombolan Syi’ah dari kawasan sekitar Baniyas menyerbu masuk pada 2 Mei, lalu 3 Mei, dan mulai menembak dan menyembelih penduduk desa, wanita, anak-anak, bahkan bayi. Peristiwa ini dikomentari seorang anak di bagian lain Suriah dengan menulis sebuah poster, “Permintaan kepada Bashar al-Assad, kalau kau hendak menyembelihku, pastikan pisaumu tajam.”
Sahabat Suriah ingatkan, video berjudul |Two-Day Killing Spree by Assad Regime| berikut sangat mengerikan: kompilasi dari 3 lokasi pembantaian yang memperlihatkan tumpukan jenazah, mayat-mayat yang dibakar, serta korban wanita dan anak-anak. Sebagaimana disebutkan oleh para pengunggah foto dan video seperti ini tidak dimaksudkan untuk apa pun selain menjadi dokumentasi bukti-bukti kejahatan Bashar al-Assad terhadap kemanusiaan.


Bukan Hanya di Baniyas

Bukan hanya di Baniyas, pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak dilancarkan pasukan rezim Bashar al-Assad. Seorang wanita yang mengandung janin kembar tiga dibunuh – bersama ke tiga janinnya.
Siang kemarin, Senin 6 Mei, diberitakan bahwa pasukan rezim bekerjasama dengan milisi Syi’ah Lebanon mulai melancarkan pembantaian baru di Al-Qusayr, kawasan yang dekat dengan perbatasan Suriah – Libanon. Belum ada detil baru sampai berita ini diturunkan.

Hidayatullah.com 
Sahabatsuriah.com

Membaca Fakta-fakta di Balik Serangan Israel ke Damaskus: Perampok vs Pembunuh

Ada yang berpendapat rezim Bashar al-Assad harus dibantu karena ia satu-satunya kekuatan Arab yang anti-Zionis Israel di Timur Tengah. Benarkah?

Fakta berbicara lain. Para pengamat politik dan bahkan pihak Zionis Israel sendiri tegas menyatakan, selama 40 tahun terakhir, Dataran Tinggi Golan yang merupakan garis perbatasan Suriah dengan Palestina yang dijajah Zionis Israel adalah kawasan yang “sunyi senyap”. Artinya, hampir tidak pernah ada konfrontasi apa pun antara angkatan bersenjata Suriah dengan angkatan bersenjata Zionis Israel, sejak tahun 1973.

Pada 22 April lalu, dalam suatu kesempatan wawancara dengan think-tank National Security Studies di Tel Aviv, panglima angkatan perang Zionis Israel Benny Gantz memperingatkan pemerintahnya bahwa pemberontakan di Suriah dapat membahayakan “forty years of quiet along the Syrian frontier”, demikian dilaporkan media Zionis Times of Israel.
Memang maksud Gantz adalah untuk mengatakan bahwa kalau Bashar al-Assad jatuh dan para “jihadis” merebut kekuasaan, maka kawasan itu akan “kehilangan stabilitasnya” sehingga yang terjadi adalah chaos dan kekerasan yang mengancam Zionis Israel.

Namun pernyataan Gantz menegaskan: selama 40 tahun dalam status “perang” melawan Israel, Suriah sebenarnya tidak pernah benar-benar terlibat dalam perang dengan kekuatan Zionis itu.

Berbagai analisis juga mengatakan yang sama, bahkan Dominic Evans and Oliver Holmes dari Reuters menggambarkan Suriah sebagai a dour but mostly toothless adversary for nearly 40 years. Artinya, “musuh yang bertampang cemberut tapi hampir tak bergigi selama 40 tahun ini”!

Karena itu, tidak heran bila serangan udara besar-besaran yang dilancarkan Tel Aviv ke arah instalasi-instalasi militer Suriah di Jamrayah, Gunung Qasiyun, hari Sabtu malam dan Ahad pagi, 4-5 Mei yang lalu, cuma mengundang retorika Wakil Menlu Faisal Mekdad yang mengatakan kepada CNN, “Ini pernyataan perang! Kami punya hak untuk membalas.”

Israel melakukan serangan itu katanya untuk mencegah transfer senjata-senjata berat dari Suriah ke milisi Syi’ah Hizb*** di Libanon. Sesudah ancaman akan “membalas” itu, sampai saat ini Suriah belum melakukan tindakan apa pun – malahan meningkatkan penyerangan dan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri yang menginginkan reformasi.

Serangan serupa dilakukan Israel pada Januari lalu. Sama. Suriah mengancam akan membalas, tapi sampai saat ini tidak membalas.

Suriah Sering Diam Saja Diserang Israel

Yang menarik adalah catatan berikut dari Al-Arabiya. Selama 40 tahun, sejak perang tahun 1973, yang terjadi antara Tel Aviv dan Damaskus yang saat itu dikuasai Hafez al-Assad adalah sebuah stand-off. Sesudah Hafez mati dan Bashar “terpilih” sebagai pengganti, beberapa kali Israel melakukan serangan terhadap Suriah.

Yang pertama terjadi pada Juli 2001, belum setahun sesudah Bashar jadi presiden. Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang komplek sistem radar militer Suriah di Lebanon.

Yang berikutnya adalah serangan udara Israel ke ‘Ain Aisy Sahib yang disebut sebagai tempat latihan jihad pejuang Palestina. Letaknya hanya 25 km di barat laut Damaskus.

Pada Juni 2006, Tel Aviv mengirim 4 jet tempur F-16 ke arah beberapa kawasan Suriah dan Lebanon sebagai peringatan terhadap Damaskus. Menurut angkatan perang Israel, jet-jet Israel terbang rendah di atas istana musim panas Bashar di Latakia di utara Suriah sesudah menembus radar-radarnya dengan sangat mudahnya. Pesawat-pesawat ini menembus batas suara di atas Latakia dan Beirut lalu kembali ke tanah Palestina yang mereka jajah – tanpa perlawanan apa pun dari rezim Bashar.

Pada 6 September 2007, Israel memimpin Operation Orchard – sebuah misi udara dan pasukan khusus terhadap apa yang disebut Israel sebagai “program nuklir” Suriah. Dalam misi ini, kabarnya Israel mentarget “reaktor nuklir” Suriah di dekat kota Deir Zur.

Pada Nopember 2011, Israel menembakkan rudal ke Suriah sesudah beberapa mortir jatuh di kawasan Golan yang diduduki Israel. Insiden ini terjadi saat konflik bersenjata pecah antara tentara Bashar dengan para pejuang pembebasan Suriah, Jasyul Hurr. Insiden berikutnya terjadi pada 24 Maret 2013, ketika Israel menghancurkan sebuah senjata mesin di kawasan Golan sesudah terjadi beberapa kali penembakan ke arah tentara-tentara Israel di perbatasan.

Akhirnya, tentu saja, adalah serangan terhadap kawasan militer rezim Assad di Jamrayah di Gunung Qasiyun yang diserang kemarin.

Dalam berbagai kasus itu, pihak rezim Suriah selalu mengatakan hal yang sama sehabis setiap serangan: “Suriah memiliki hak untuk membalas.” Tapi tidak pernah ada tindakan balasan apa pun.

Jadi Sebenarnya, Suriah Musuh Israel Bukan Sih?

Banyak bukti menunjukkan bahwa terlepas dari status perang mereka, rezim Zionis Israel dan rezim Baath Suriah sebenarnya tidak sedang berperang.

Seperti kawasan Golan yang ditetapkan sebagai demilitarized zone maka hubungan keduanya juga bersifat demilitarisasi. Artinya, tidak ada kegiatan militer antara Israel lawan Suriah di situ.

Bahkan sudah jelas bahwa baik Hafez al-Assad maupun Bashar al-Assad sedang menghangatkan hubungan antara Damaskus dengan Suriah.

Pada 1998, Hafez al-Assad sudah memulai negosiasi land for peace – “pertukaran tanah untuk berdamai” – dengan Israel dengan broker pengusaha Yahudi – Amerika Ronald Lauder. Kalau Israel mau melepaskan Golan, Hafez mau berdamai. Negosiasi mentok karena PM Israel ketika itu Benjamin Netanyahu menolak menarik diri sama sekali dari Golan atau bahkan untuk sekedar memberikan peta detil berapa meter atau mil dari tanah Golan yang akan dikembalikan ke Suriah.

Tahun 2000 Hafez al-Assad mati dan digantikan Bashar al-Assad. Pada 2008-2009 sudah dimulai lagi langkah-langkah menuju perdamaian antara Suriah dengan Israel – sedemikian rupa sehingga para pejuang Palestina yang semula diterima bermarkas dan bergerak dari Damakus sudah mulai bersiap-siap angkat kaki dari Suriah.

Pimpinan biro politik Hamas Khalid Misy’al yang saat itu di Damaskus ditanya apa reaksi Hamas jika terjadi perdamaian antara Suriah dengan Israel. Jawabnya, “We can move, and move lightly… Kami bisa pindah dan pindah dengan tenang dan ringan.”

Pada 2010, sebagaimana dilaporkan Yedioth Ahronoth, PM Netanyahu dan Menhan Israel Ehud Barak mengadakan negosiasi rahasia dengan Bashar al-Assad, dimediasi oleh Amerika yang diwakili Frederick Hoff, seorang ahli demarkasi di kawasan-kawasan sengketa. Sejumlah dokumen Amerika mengungkapkan bahwa saat itu, Israel sudah setuju untuk kembali ke garis perbatasan 4 Juni 1967 – artinya melepas Golan – demi “perdamaian” di antara keduanya.

Di video berikut ini, ada pernyataan niat Bashar al-Assad pada 2010 untuk normalisasi hubungan Suriah dengan Israel.

Tapi sebagaimana kita ketahui, mayoritas Muslimin Ahlus-Sunnah wal Jama’ah Suriah sudah muak ditindas oleh tiran Assad dan Baath. Revolusi melawan Bashar al-Assad dimulai awal 2011 sehingga negosiasi antara Bashar dan Benjamin Netanyahu terganggu dan lalu terhenti.

Bashar terlalu sibuk membunuhi rakyatnya sendiri sehingga untuk meneruskan negosiasi dengan Israel itu mannaa sempaaat….

Lalu, Saat Israel Menyerang Suriah, Pura-pura doong?

Silakan rujuk kembali data di atas.

Suriah Bilang, dengan Serangannya ke Jamrayah, Israel Membantu Pejuang. Apa Betul?

Ketika terjadi serangan ke Jamrayah itu, Wakil Menlu Faisal Mekdad menyatakan, ini merupakan “pernyataan perang dan bahwa Israel membantu Al-Qaidah dan Wahhabisme di Suriah.”

Yang dimaksud Mekdad adalah Free Syrian Army atau Jaysul Hurr yang memang dalam setiap langkah mereka saat berperang melawan kebrutalan rezim Bashar – yang sudah membunuh 100 ribu rakyat – selalu mengucapkan Allahu Akbar wa izzatu liLlah. “Allah Mahabesar dan semua kemuliaan hanya untuk Allah.”

Namun apakah benar Israel berniat menolong para pejuang menggulingkan Bashar al-Assad?

Yang jelas, Israel khawatir kalau Assad sampai jatuh dan mujahidin menang maka akan ada gelombang jihad dari Suriah melawan Zionis Israel. Kekhawatiran yang pada tempatnya karena memang jihad membebaskan Masjidil Aqsha harus dimulai bergerak dari dua titik – Palestina dan Mesir-Suriah.

Jadi, jika bisa memilih, Israel tidak ingin Assad jatuh.

Selain itu, sesudah penyerangan Sabtu malam dan Ahad dini hari, 3 -4 Mei, yang lalu, dan sesudah Damaskus ‘ceritanya’ marah dan mengancam akan membalas, Zionis Israel cepat-cepat menepuk-nepuk Bashar al-Assad untuk menenangkannya.

Reuters mengutip media Yahudi seperti Yehdiot Ahronot pagi tadi, Senin 6 Mei: sudah ada pesan-pesan diplomatik dari Netanyahu kepada Bashar al-Assad bahwa serangan udaranya itu tidak dimaksudkan untuk melemahkan posisinya di hadapan pendukung revolusi dan tidak pula dimaksudkan untuk membantu para pemberontak.

Harian sayap kiri Zionis Haaretz malahan melaporkan, bahkan sebelum penyerangan Israel ke Jamrayah, kabinet Netanyahu sudah menyepakati untuk menenangkan Assad bahwa bukan dia yang ditarget.

Masih menurut Reuters, target utama operasi Israel itu adalah Hizb dan sekutunya, Iran. Jangan lupa, serangan terhadap Jamrayah itu terjadi hanya satu hari sesudah Teheran ngancem bahwa serangan terhadap Suriah akan dianggap sebagai serangan terhadap Iran sendiri.

Kesimpulannya?

Sebagaimana dikatakan oleh pihak Jaysul Hurr, serangan ke Jamrayah itu urusan dakhiliyah – urusan internal – antara Bashar al-Assad dan sekutunya, Israel. Makanya tidak heran bila pasukan rezim terus saja sibuk membantai rakyat sendiri dan tidak melontarkan satu pun peluru ke arah Israel.

Tidak heran karena rezim yang satu adalah perampok dan penjajah Masjidil Aqsha dan Palestina selama 60 tahun lebih, sementara rezim yang satunya adalah pembunuh rakyat Suriah yang selama 40 tahun juga sudah berulangkali membunuhi kaum Muslimin – baik di tahun 1982 maupun sekarang.

Kelihatannya saja rezim Suriah Bashar al-Assad bermusuhan dengan Zionis Israel; yang sebenarnya adalah mereka berteman dalam menjajah Bumi Syam yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menindas dan membunuh kaum Muslimin.

Hidayatullah.com 
Sahabatsuriah.com

Lima Hal yang Perlu Diketahui tentang Tentara Elektronik Suriah

Pekan lalu, para peretas yang menamai diri mereka Tentara Elektronik Suriah (SEA: Syrian Electronic Army) mengklaim telah membajak akun Twitter kantor berita Associated Press (AP) dengan membuat kicauan palsu tentang serangan di Gedung Putih. Demikian disiarkan oleh Wall Street Journal.

Insiden ini merupakan sebuah kesuksesan bagi kelompok yang selama dua tahun terakhir ini aktif membajaki situs-situs Arab dan Amerika. Tapi sebenarnya siapakah SEA? Berikut ini lima hal yang perlu Anda ketahui:

Pertama: Siapa yang Mereka Serang?

SEA fokus pada upaya mengganggu kehadiran digital media Barat. Pekan lalu, mereka membuat kicauan palsu dari akun Twitter AP tentang ledakan di Gedung Putih hingga melukai Presiden Amerika, Barack Obama. Berita ini membuat indeks saham Amerika, Dow Jones merosot tajam hanya dalam waktu dua menit.

SEA juga pernah membajak akun Twitter stasiun televisi dan radio, CBS, BBC serta NPR. Pada hari Senin mereka juga dikabarkan mendapatkan akses ke sejumlah akun koran Inggris, Guardian. Sebelumnya mereka meretas beberapa organisasi besar, termasuk kantor berita Reuters, Human Rights Watch, Sky News Arabia, FIFA World Cup dan akun milik Presiden FIFA Sepp Blatter.

Kedua: Siapakah mereka?

SEA adalah pendukung rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Mereka mulai muncul tahun 2011 di bulan-bulan pertama terjadinya revolusi anti-Assad. Terjemahan bahasa Inggris pada informasi profil di situs mereka menyebutkan: “Kami adalah sekelompok pemuda antusias Suriah yang tidak bisa tinggal diam dengan pemberontakan yang terjadi di Suriah.”

Guardian memberitakan, ketika berbicara di Universitas Damaskus tahun 2011, Assad menyamakan para peretas ini seperti pasukan garis depannya. “Anak-anak muda memiliki peran penting dalam tahap ini karena mereka telah membuktikan sendiri untuk menjadi pejuang yang aktif. Ada tentara elektronik yang telah menjadi tentara sungguhan dalam dunia virtual.”

Ketiga: Kenapa mereka menyerang media massa?

Situs resmi SEA menyebutkan, target mereka adalah kelompok media Arab dan Barat yang melaporkan, “Berita palsu tentang apa yang terjadi di Suriah.” Seorang anggota terkemuka SEA mengatakan kepada salah seorang reporter bahwa mereka telah mengirimkan tweet palsu tentang Obama dari akun AP: “Kami melawan pemerintahan Amerika Serikat sebagai dalang permasalahan di Suriah. Mereka juga telah menyerang SEA dengan menangguhkan domain kami, akun Twitter dan 2,47% halaman Facebook kami. Amerika adalah poros kejahatan di dunia.”

Dengan membajak akun AP, SEA berharap akan ada kekacauan pada pasar saham. “Kami mengharapkan kekacauan karena AP adalah kantor berita terpercaya di Amerika. Rakyat Amerika mempercayai kantor berita ini jadi kami tahu akan ada kekacauan besar.”

Keempat: Bagaimaan cara mereka membajak akun?

SEA sepertinya membajak melalui pendekatan surat elektronik di mana targetnya ditipu untuk mengungkapkan informasi sensitif. Reporter AP, Mike Baker dalam akun Twitter-nya mengatakan akun AP dibajak kurang dari sejam setelah beberapa karyawan menerima e-mail aneh. Para hacker kemudian menginstal perangkat lunak berbahaya. Menurut AP, para peretas telah memasang beberapa perangkat lunak berbahaya di sejumlah komputernya.

Kelima: Respon Twitter

Peningkatan keamanan telah menjadi salah satu prioritas Twitter selama beberapa pekan ini. Twitter menyatakan akan segera meluncurkan dua tahap proses verifikasi. Tahapan ini akan mengharuskan para penggunanya masuk ke akun mereka dari lokasi baru dengan memasukkan sebuah kode yang dikirimkan via SMS.

Baik Twitter maupun Facebook telah menutup akun SEA. Dan setiap kali keduanya menutup, SEA langsung membuat akun yang baru. Kelompok peretas ini kini berkicau dari akunnya yang ke-12. Pihak Twitter telah mengirimkan sebuah email pengamanan akun ke banyak wartawan.

Dalam email itu, mereka menyarankan para wartawan untuk mengganti kata sandi Twitter mereka sesegera mungkin dengan password yang lebih kuat yang panjangnya 20 karakter. Twitter juga meminta kantor-kantor berita untuk meninjau ulang pengamanan mereka. “Buat satu komputer khusus untuk Twitter dan perkecil jumlah orang yang dapat mengaksesnya.

Hidayatullah.com 
Sahabatsuriah.com

Selasa, 21 Mei 2013

Kurang Bukti Apa Lagi? Pasukan Bashar Gunakan Bom Gas Beracun di Aleppo

Dibutuhkan waktu berbulan-bulan bagi Amerika, Inggris dan berbagai negara Barat lainnya untuk mengakui kebenaran pernyataan warga Suriah bahwa rezim Bashar al-Assad menggunakan senjata-senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Bahkan PBB pun sampai minggu lalu masih menyatakan bahwa mereka masih membutuhkan bukti sebelum bertindak dan mengirimkan tim investigasi ke Suriah – yang tentu saja ditolak  oleh Bashar al-Assad.
Baru kemarin, Sabtu 13 April 2013, salah satu media Inggris, The Times of London, melaporkan bahwa benar Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia untuk membunuhi rakyatnya, sesudah dilakukannya operasi menyelundupkan ‘sampel tanah Suriah’ ke Inggris untuk diteliti  para ilmuwan Inggris.
Harian itu mengutip sumber-sumber pertahanan Inggris yang tidak disebut namanya  yang mengatakan, “sejenis senjata kimia” dipakai di Suriah tapi tidak bisa memastikan apakah digunakan oleh rezim Bashar atau oleh para pejuang.
Penggunaan WMD (Weapons of Mass Destruction) berupa senjata kimia ini dipastikan oleh instalasi riset kimiawi dan biologi milik Kementerian Pertahanan Britania di Porton Down, Wiltshire.
Sudah 100 Ribu
Sementara itu, berbagai sumber pemberitaan para pejuang pembebasan dan pihak oposisi Suriah kini mulai meletakkan jumlah korban kekejaman rezim Bashar al-Assad di angka 100 ribu. Sampai bulan lalu, mereka hanya mengatakan “di atas 70 ribu” sama seperti yang dilakukan oleh PBB.
Termasuk dalam angka kematian itu adalah seorang wanita dan dua anak yang tewas di Aleppo kemarin, Sabtu 13 April, ketika pasukan rezim Bashar al-Assad menjatuhkan dua bom gas beracun ke kota Afrin di propinsi itu.
Menurut Rami Abdurrahman, kepala Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, sejumlah saksi mengatakan bahwa bom-bom itu dijatuhkan dari sebuah helikopter tentara Bashar al-Assad.
Sebanyak 16 orang luka-luka karena bom gas yang sama, dan mereka dibawa ke rumah sakit dalam keadaan “berhalusinasi, muntah-muntah, mengeluarkan lendir yang banyak dan merasa mata mereka terbakar.”
Sementara itu, tim pakar PBB saat ini masih berada di Cyprus menunggu “izin” masuk Suriah dari pemerintahan Bashar al-Assad untuk menginvestigasi setidaknya tiga tuduhan penyerangan dengan senjata kimia – termasuk satu serangan yang menurut rezim adalah yang dilakukan oleh para “pemberontak.” *

Milisi Syiah Bantu Bunuh Kaum Muslimin Suriah? Bukan Barang Baru!

Hassan Nasrallah, pimpinan milisi Syiah Libanon yang menyebut diri mereka Hizbullah, untuk ke sekian kalinya menegaskan dukungannya kepada rezim Suriah Bashar al-Assad yang selama dua tahun terakhir ini melancarkan perang terhadap rakyatnya sendiri dan membunuhi sekitar 100 ribu warga.

Pada Selasa 30 April kemarin, Hassan Nasrallah menyatakan dalam pidatonya di televisi, “Suriah memiliki teman-teman sejati yang tak akan membiarkannya jatuh ke tangan Amerika, Israel atau kelompok Islam radikal.”

Nasrallah juga menyatakan, kelompok oposisi “terlalu lemah” untuk menjatuhkan rezim Basyar, dan kalau para pejuang kemudian mengancam mengambil alih desa-desa di bawah rezim Suriah, “maka normal sajalah kalau (kami) kemudian menawarkan semua bantuan yang mungkin dan perlu diberikan kepada tentara Suriah.”

Sejumlah media menggambarkan pernyataan Nasrallah ini sebagai suatu sikap resmi yang baru ditunjukkan, namun bagi kalangan oposisi maupun para pejuang di lapangan serta rakyat biasa, keterlibatan milisi Syiah Libanon yang menyebut diri mereka Hizbullah ini bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa sumber juga membuktikan keterlibatan milisi Syiah dari negara lain sudah dimulai hanya beberapa bulan sejak pecahnya revolusi pada Maret 2011.

Wyre Davies dari BBC News 1 Mei 2013 kemarin melaporkan, “Pekan lalu kami menyaksikan sendiri betapa di sejumlah kawasan para tentara Hizbullah secara terbuka dan bebas keluar masuk perbatasan Lebanon dan Suriah (demi) memberikan bantuan dan latihan militer kepada sekutu-sekutu mereka di dalam Suriah.”

Di kota Quesir yang masuk kawasan Suriah, para anggota milisi ini semakin melibatkan diri ke dalam peperangan antara tentara Bashar yang sudah semakin kewalahan karena tingginya tingkat kematian serdadu dan banyaknya pembelotan, melawan para pejuang pembebasan Suriah, Free Syrian Army/Jaysul Hurr.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ratusan tentara milisia Syiah Lebanon itu masuk ke dalam Suriah dengan menggunakan ID palsu lalu bergabung dengan tentara reguler Suriah dan unit khusus Garda Republik dari Damascus menyerang dan membunuhi rakyat Suriah.

Kota Jdaidah Artouz di pinggiran Damascus adalah salah satu ladang pembantaian rezim Basyar al-Assad yang dibantu milisia Syiah Lebanon ini. Pada 21 April lalu, tentara Basyar masuk kota itu bersama milisi Syiah Lebanon itu dan pasukan khusus Garda Republik dan membantai lebih dari 350 warga, mulai dari bayi sampai warga sepuh, dengan menggunakan berbagai senjata, mulai dari senapan sampai pisau.

Bukti-bukti keterlibatan berbagai milisi Syiah – baik yang dari Iran, Iraq maupun Lebanon – dalam perang dan pembunuhan warga Suriah sebenarnya sudah banyak dan mudah didapat. Namun pernyataan Hassan Nasrallah ini adalah yang sejauh ini paling nyata dan tanpa tedeng aling-aling lagi.

Pimpinan opisisi Suriah Mu’adz al-Khatib pada pekan lalu sudah mengeluarkan surat terbuka kepada Hassan Nasrallah dan mendesaknya agar menarik milisinya dari Suriah, demi mencegah terjeblosnya kawasan Timur Tengah ke dalam kekerasan Sunni – Syiah yang mungkin saja akan berlangsung puluhan tahun.

“Apakah Anda merasa puas karena rezim Suriah membombardir rakyatnya sendiri dengan pesawat-pesawat tempur dan rudal-rudah Scud, mencampur darah dan daging anak-anak Suriah dengan roti?” seru al-Khatib. “Apakah Anda senang (mendengar) ribuan wanita Suriah telah diperkosa?”

Sebagaimana diberitakan di atas, Hassan Nasrallah menjawab seruan Mu’adz al-Khatib itu Selasa kemarin dengan pernyataan kesetiaannya sebagai “kawan sejati” rezim Suriah.

Sahabatsuriah.com
 Hidayatullah.com
 

Sekali Pengeboman, Rezim Bashar Bunuh Puluhan Warga dan Lukai Ratusan Orang di Damaskus

Mesin perang rezim Bashar al-Assad terus mengamuk dan menyerang rakyatnaya sendiri. Sepanjang pagi hari kemarin, Jumat 19 April 2013, pesawat-pesawat tempur dan berbagai persenjataan lainnya dikerahkannya untuk menyerang membabibuta ke kawasan pemukiman. Di Jdaidah al-Fadl di pinggiran kota Damaskus, puluhan orang penduduk kampung itu sekaligus menemui syahid (Insya’ Allah) sementara sekitar 600 orang lainnya luka-luka.

Sambil mengebom, merudal, meroket dan menembaki, pasukan Assad juga melakukan penggeledahan dan penangkapan-penangkapan di berbagai kawasan di Suriah, termasuk di Jdaidah al-Fadl.

Sampai di ujung hari kemarin, menurut berbagai sumber termasuk Al-Arabiya dan Local Coordination Committees (LCC), jumlah syuhada karena berbagai serangan pasukan mencapai 126 jiwa termasuk13 wanita dan 19 anak-anak. Sebanyak 56 orang yang tewas itu ada di Damaskus dan kawasan pinggirannya, 22 di Homs terutama di Deir Balbah, 21 di Idlib, 13 di Aleppo, 6 di Dara’a, 2 orang di Deir Ezzur, 1 di Raqqah, 1 di Qunaitra dan seorang lagi di Hama.

Kondisi kegawatdaruratan sudah sedemikian parahnya sehingga rumah-rumah sakit bahkan sudah kehabisan perban.

Berikut, dalam video yang sudah ber-subtitle dalam bahasa Inggris ini, seorang dokter di Homs menggambarkan pada 17 April 2013 lalu, betapa brutal dan “barbar”-nya serangan-serangan yang dilakukan rezim Bashar al-Assad, termasuk dengan menggunakan rudal Scud yang menyebabkan kematian begitu banyak rakyatnya sendiri.

Gelombang Demonstrasi Meluas

Jumat kemarin ditandai dengan gelombang demonstrasi yang semakin meluas dan terjadi serempak sesudah shalat Jumat di berbagai kota. Seperti juga hari-hari Jumat lalu yang diberi berbagai nama oleh para demonstran dan oposisi, Jumat kemarin diberi nama “Jum’at: Iran dan Hizbullah, Kalian akan Hancur Bersama al-Assad.”

Nama itu merujuk kepada semakin terbukanya keterlibatan militia Hizbullah dari Libanon dan dukungan Iran terhadap rezim Bashar al-Assad. Diberitakan oleh berbagai sumber kemarin bahwa ratusan tentara Hizbullah kemarin masuk ke Suriah dengan memakai kartu pengenal warga Suriah, untuk mendukung Bashar al-Assad.

Di kawasan Jdaidah al-Fadl dan Jdaidah al-Artouz di pinggiran Damaskus, pasukan Assad yang melakukan penyerangan dan penangkapan-penangkapan itu disertai oleh sejumlah tentara Hizbullah, demikian dilaporkan Local Coordination Committees. Pihak pejuang pembebasan Suriah, Free Syrian Army (Jaysul Hurr), kemarin melaporkan sejumlah pertempuran termasuk di pinggiran Damaskus di mana mereka membunuh 5 orang tentara Hizbullah.
 http://sahabatsuriah.com
 http://www.hidayatullah.com

Begini Cara Rezim Bashar Merayakan Hari Nasional Suriah

Kemarin, 17 April 2013, adalah Hari Nasional Suriah. Bashar al-Assad menyambutnya dengan wawancara yang disiarkan di televisi pro-rezim Al-Ikhbariyah, yang diisi dengan kegeraman kepada Barat serta memberikan ‘amnesti’ kepada para penjahat dan pengurangan masa tawanan.
Pada saat yang bersamaan, pesawat-pesawat tempur rezim terus bergentayangan di langit Suriah dan menjatuhkan bom bersamaan dengan dilontarkannya rudal dan roket ke berbagai sudut negeri itu. Di ujung hari Rabu kemarin, sebanyak 157 orang syahid (Insya Allah), termasuk di antaranya 10 wanita dan 7 anak.
Menurut Local Coordination Committees in Syria (LCC), sebanyak 75 syuhada jatuh di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di kampung Jdaiydah Artouz; 38 di Homs; 12 di Idlib; 9 di Raqqah; 8 di Dara’a; 7 di Deir Ezzur; 7 di Aleppo dan 1 orang di Hama.
Dicatat pula oleh LCC bahwa rezim Bashar melakukan pengeboman dari pesawat tempur terutama MIG di 16 titik. Bom ‘gentong’ mereka jatuhkan di 2 titik. Penembakkan dengan rudal Scud dilakukan ke arah Izzaz di Aleppo, di Homs dan di Qutaifah. Penyerangan dengan rudal surface-to-surface dilakukan di Mayadeen di Deir Ezzur, di kawasan utara Aleppo, dan di timur Buwaidah di Homs.
Pasukan rezim menjatuhkan bom fosfor serta penembakkan dengan senjata gas beracun di Jaz’ah, Ain Tarma dan Jobar. Penyerangan dengan roket terjadi di 42 titik di berbagai kawasan Suriah.
Sementara itu, para pejuang pembebasan Suriah atau Jaysul Hurr/FSA (Free Syrian Army) diberitakan berhasil mengambil alih pangkalan udara militer Daba’ah di Homs dan merebut persenjataan rezim termasuk 2 tanks serta membunuh belasan syabihah rezim, komandannya dan 10 tentara Hizb di lokasi itu.

21 Anak Tewas dalam Satu Hari


Jumlah korban yang 157 orang dalam sehari kemarin, Rabu 17 April, lebih tinggi daripada hari sebelumnya.
Pada hari Selasa 16 April, jatuh korban sebanyak 119 orang di seluruh Suriah, termasuk 19 wanita, 21 anak, dan 3 orang warga yang ditemukan tewas karena disiksa rezim.
Sebanyak 49 syuhada jatuh di Aleppo. Ini di luar 31 jenazah yang sudah mulai membusuk yang dikumpulkan oleh Palang Merah Suriah di berbagai titik kota Aleppo pada hari Selasa itu. Sebagian dari jenazah itu adalah korban para snipers rezim yang tidak bisa diangkat oleh masyarakat karena bisa saja ganti mereka yang ditarget. Beberapa jenazah ditemukan dalam keadaan hangus terbakar sehingga tak bisa dikenali lagi, dan beberapa lagi ditemukan dalam keadaan tangan dan kaki terikat – bukti bahwa mereka meninggal karena disiksa.
Pada hari Senin, 15 April, LCC mendokumentasi jatuhnya 75 orang syuhada (Insya Allah) di seluruh Suriah, termasuk 7 wanita dan 4 orang anak dan 1 orang yang tewas karena disiksa. Sebanyak 47 syuhada dicatat di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di Douma.
Sebanyak 9 orang di Aleppo, 7 di Dara’a, 5 di Idlib, 3 di Deir Ezzur, 3 di Homs dan 1 di Hama.

Di penghujung hari Ahad, 14 April, sebanyak 124 warga Suriah menjadi syuhada (Insya Allah), termasuk 18 orang anak, 7 wanita dan 6 orang warga yang tewas disiksa. Sebanyak 34 orang yang syahid ada di Damascus dan kawasan pinggirannya; 20 di Hasakah, terutama di Tal Haddad; 19 di Idlib; 18 di Homs; 8 di Dara’a; 4 di Raqqah; 2 di Deir Ezzur dan 1 di Hama.
157 + 119 + 75 + 124  = 475 orang syuhada dalam 4 hari di Suriah.
Apakah mereka akan hanya menjadi statistik mati yang tak menggugah hati Ummat?

 http://sahabatsuriah.com
 http://www.hidayatullah.com

Kamis, 18 April 2013

Begini Cara Rezim Bashar Merayakan Hari Nasional Suriah

Kemarin, 17 April 2013, adalah Hari Nasional Suriah. Bashar al-Assad menyambutnya dengan wawancara yang disiarkan di televisi pro-rezim Al-Ikhbariyah, yang diisi dengan kegeraman kepada Barat serta memberikan ‘amnesti’ kepada para penjahat dan pengurangan masa tawanan.
 
Pada saat yang bersamaan, pesawat-pesawat tempur rezim terus bergentayangan di langit Suriah dan menjatuhkan bom bersamaan dengan dilontarkannya rudal dan roket ke berbagai sudut negeri itu. Di ujung hari Rabu kemarin, sebanyak 157 orang syahid (Insya Allah), termasuk di antaranya 10 wanita dan 7 anak.

Menurut Local Coordination Committees in Syria (LCC), sebanyak 75 syuhada jatuh di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di kampung Jdaiydah Artouz; 38 di Homs; 12 di Idlib; 9 di Raqqah; 8 di Dara’a; 7 di Deir Ezzur; 7 di Aleppo dan 1 orang di Hama.

Dicatat pula oleh LCC bahwa rezim Bashar melakukan pengeboman dari pesawat tempur terutama MIG di 16 titik. Bom ‘gentong’ mereka jatuhkan di 2 titik. Penembakkan dengan rudal Scud dilakukan ke arah Izzaz di Aleppo, di Homs dan di Qutaifah. Penyerangan dengan rudal surface-to-surface dilakukan di Mayadeen di Deir Ezzur, di kawasan utara Aleppo, dan di timur Buwaidah di Homs.

Pasukan rezim menjatuhkan bom fosfor serta penembakkan dengan senjata gas beracun di Jaz’ah, Ain Tarma dan Jobar. Penyerangan dengan roket terjadi di 42 titik di berbagai kawasan Suriah.

Sementara itu, para pejuang pembebasan Suriah atau Jaysul Hurr/FSA (Free Syrian Army) diberitakan berhasil mengambil alih pangkalan udara militer Daba’ah di Homs dan merebut persenjataan rezim termasuk 2 tanks serta membunuh belasan syabihah rezim, komandannya dan 10 tentara Hizb*** di lokasi itu.

21 Anak Tewas dalam Satu Hari

Jumlah korban yang 157 orang dalam sehari kemarin, Rabu 17 April, lebih tinggi daripada hari sebelumnya.

Pada hari Selasa 16 April, jatuh korban sebanyak 119 orang di seluruh Suriah, termasuk 19 wanita, 21 anak, dan 3 orang warga yang ditemukan tewas karena disiksa rezim.

Sebanyak 49 syuhada jatuh di Aleppo. Ini di luar 31 jenazah yang sudah mulai membusuk yang dikumpulkan oleh Palang Merah Suriah di berbagai titik kota Aleppo pada hari Selasa itu. Sebagian dari jenazah itu adalah korban para snipers rezim yang tidak bisa diangkat oleh masyarakat karena bisa saja ganti mereka yang ditarget. Beberapa jenazah ditemukan dalam keadaan hangus terbakar sehingga tak bisa dikenali lagi, dan beberapa lagi ditemukan dalam keadaan tangan dan kaki terikat – bukti bahwa mereka meninggal karena disiksa.

Pada hari Senin, 15 April, LCC mendokumentasi jatuhnya 75 orang syuhada (Insya Allah) di seluruh Suriah, termasuk 7 wanita dan 4 orang anak dan 1 orang yang tewas karena disiksa. Sebanyak 47 syuhada dicatat di Damascus dan kawasan pinggirannya, terutama di Douma. Sebanyak 9 orang di Aleppo, 7 di Dara’a, 5 di Idlib, 3 di Deir Ezzur, 3 di Homs dan 1 di Hama.
Di penghujung hari Ahad, 14 April, sebanyak 124 warga Suriah menjadi syuhada (Insya Allah), termasuk 18 orang anak, 7 wanita dan 6 orang warga yang tewas disiksa. Sebanyak 34 orang yang syahid ada di Damascus dan kawasan pinggirannya; 20 di Hasakah, terutama di Tal Haddad; 19 di Idlib; 18 di Homs; 8 di Dara’a; 4 di Raqqah; 2 di Deir Ezzur dan 1 di Hama. 157 + 119 + 75 + 124  = 475 orang syuhada dalam 4 hari di Suriah.
Apakah mereka akan hanya menjadi statistik mati yang tak menggugah hati Ummat?

http://sahabatsuriah.com/
 

Minggu, 14 April 2013

Kurang Bukti Apa Lagi? Pasukan Bashar Gunakan Bom Gas Beracun di Aleppo

Dibutuhkan waktu berbulan-bulan bagi Amerika, Inggris dan berbagai negara Barat lainnya untuk mengakui kebenaran pernyataan warga Suriah bahwa rezim Bashar al-Assad menggunakan senjata-senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri. Bahkan PBB pun sampai minggu lalu masih menyatakan bahwa mereka masih membutuhkan bukti sebelum bertindak dan mengirimkan tim investigasi ke Suriah – yang tentu saja ditolak  oleh Bashar al-Assad.
Baru kemarin, Sabtu 13 April 2013, salah satu media Inggris, The Times of London, melaporkan bahwa benar Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia untuk membunuhi rakyatnya, sesudah dilakukannya operasi menyelundupkan ‘sampel tanah Suriah’ ke Inggris untuk diteliti  para ilmuwan Inggris.
Harian itu mengutip sumber-sumber pertahanan Inggris yang tidak disebut namanya  yang mengatakan, “sejenis senjata kimia” dipakai di Suriah tapi tidak bisa memastikan apakah digunakan oleh rezim Bashar atau oleh para pejuang.
Penggunaan WMD (Weapons of Mass Destruction) berupa senjata kimia ini dipastikan oleh instalasi riset kimiawi dan biologi milik Kementerian Pertahanan Britania di Porton Down, Wiltshire.
Sudah 100 Ribu
Sementara itu, berbagai sumber pemberitaan para pejuang pembebasan dan pihak oposisi Suriah kini mulai meletakkan jumlah korban kekejaman rezim Bashar al-Assad di angka 100 ribu. Sampai bulan lalu, mereka hanya mengatakan “di atas 70 ribu” sama seperti yang dilakukan oleh PBB.
Termasuk dalam angka kematian itu adalah seorang wanita dan dua anak yang tewas di Aleppo kemarin, Sabtu 13 April, ketika pasukan rezim Bashar al-Assad menjatuhkan dua bom gas beracun ke kota Afrin di propinsi itu.
Menurut Rami Abdurrahman, kepala Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, sejumlah saksi mengatakan bahwa bom-bom itu dijatuhkan dari sebuah helikopter tentara Bashar al-Assad.
Sebanyak 16 orang luka-luka karena bom gas yang sama, dan mereka dibawa ke rumah sakit dalam keadaan “berhalusinasi, muntah-muntah, mengeluarkan lendir yang banyak dan merasa mata mereka terbakar.”
Sementara itu, tim pakar PBB saat ini masih berada di Cyprus menunggu “izin” masuk Suriah dari pemerintahan Bashar al-Assad untuk menginvestigasi setidaknya tiga tuduhan penyerangan dengan senjata kimia – termasuk satu serangan yang menurut rezim adalah yang dilakukan oleh para “pemberontak.”

http://sahabatsuriah.com/
 

Suriah, Masa depan Gaza dan ancaman kebangkitan Syiah

Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam.
Oleh : Kholili Hasib
Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur

Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)

Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf
Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf
Oleh : Kholili Hasib
 Anggota Majelis Intelektual Dan Ulama Muda Indonesia Daerah Jawa Timur
(Arrahmah.com) - Saat Saddam Husein tumbang, segera Irak mengadakan revolusi politik dengan dukungan Amerika Serikat (AS). Pemerintahan baru didominasi Syiah. PM baru, Mari al-Maliki, adalah penganut Syiah. Sementara Sunni makin terdesak. Bagi Iran, pemerintahan baru Irak merupakan tanda awal kebangkitan Syiah di Timur Tengah. Banyaknya ulama Sunni yang dieksekusi di Irak menunjukkan revolusi politik yang didukung Iran tersebut bukan kemenangan Islam, tapi kemenangan Syiah dengan dukungan penjajah AS.
Tampaknya, dalam kasus Irak ini, AS lebih menyukai Irak dipimpin Syiah daripada Saddam Husein yang Sunni. Invasi AS ke Irak tahun 2003 kabarnya direstui Iran. Sebab, Irak akan dipersiakan dipimpin dari kaum Syiah. Tidak dipungkiri ada faksi-faksi Syiah yang menentang AS. Hanya saja, perlawanan tidak terlalu signifikan jika dibandingkan pejuang-pejuang Sunni. Jatuhnya Sunni Irak, menjadi keuntungan bersama antara AS dan Iran. Iran, sejak revolusi tahun 1979, sangat berambisi mensyiahkan Irak, sebagai pintu masuk syiahisasi di dunia Arab.
Vali Nasr menganalisis bahwa kemengangan Syiah di Irak merupakan menambah pilar kebangkitan Syiah di Arab. Ia menyebut ada tiga pilar kebangkitan Syiah, Pertama, kemenangan Syiah di Irak, Kedua, pencitraan Iran sebagai pemimpin Arab melawan arus Barat dan Ketiga, dominasi pengaruh Syiah di beberapa Negara, yaitu Lebanon, Saudi, Kuwait, UEA dan Pakistan.
Kini, pilar pertama dan kedua sudah ditangan Iran. Hanya pilar ketiga, Syiah belum menunjukkan kemenangan. Sekarang inilah, Syiah sedang menggarap pilar ketiga. Pasca revolusi Iran tahun 1979, Iran meletakkan Hizbullah di Lebanon, sebagai basis membangun pilar ketiga. Awalnya, Hizbullah adalah sayap Garda Revolusi Iran, pasukan elit pengawal revolusi Iran yang terkenal tangguh. Di Libanon, Hizbullah sukeses mengangkat citra Syiah dan Iran di dunia Islam. Terutama saat tahun 80-an berhasil membunuh seribu lebih tentara Israel.
Namun, kesuksesan Hizbullah tercoreng karena mereka terlibat sengketa dengan Sunni Lebanon, bahkan pernah dengan pengungsi Palestina di Lebanon. Jika benar-benar, berjuang untuk Islam, kenapa Hizbullah berseteru dengan Sunni Lebanon? Bantuan Iran, menjadikan Hizbullah menjadi tentara tangguh, bahkan militer pemerintah Lebanon kalah kuat.
Geliat gerakan Syiah makin mencolok di Timur Tengah setahun ini, yaitu saat berkecamuk perang saudara di Suriah. Presiden Suriah, Bashar Asad, yang berpaham Syiah Nushairiyah konon mendapat dukungan  dari Iran melawan rakyatnya sendiri yang mayoritas Sunni. Syiah Nushairiyah adalah pecahan sekte Syiah Ismailiyah, sekte Syiah yang pernah mendirikan dinasti Fatimiyah di Mesir.
Perang saudara di Suriah yang kini masih berkecamuk ternyata bukan hanya sengketa politik, tapi juga ideologis. Krisis Suriah juga membangkitan kaum Syiah di Indonesia. Beberapa bulan lalu di Bandung, Garda Kemanusiaan (GK), dikabarkan berencana mengirim relawan ke Suriah. GK yang diindikasi berpaham Syiah berniat membantu diktator Bashar Asad. Ini tentu mengejutkan, sebab semua aktivis Islam menyeru pengiriman relawan kemanusiaan ke Suriah untuk membantu korabn rakyat yang sedang didzalami Bashar Asad. GK menunukkan kepada kita bahwa memang Syiah sedang menggeliat mempersiapkan kebangkitan.
Mencermati sikap politik Iran terhadap krisis Suriah, kita bisa menyimpulkan bahwa Suriah sedang dipersiapkan untuk menjadi Negara Syiah kedua di Arab setelah Irak. Meski berbeda sekte – Suriah berpaham Syiah Nushariyah dan Iran berpaham Syiah Imamiyah, namun dua sekte ini dikategorikan sama-sama Rafidhah. Yang terkenal ekstrim dan militant itu.
Kondisi Suriah hampir sama dengan Irak. Kaum Sunni terus dibantai oleh tentara Suriah. Jika Suriah dan Irak tetapi dikendalikan Syiah, maka dua Negara ini akan menjadi ancaman besar bagi Negara-negara Arab.
Ambisi Iran untuk menjadikan Iran pemimpin dunia Islam sangat ambisius. Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi Iran, sudah mentitahkan agar mengekspor revolusinya ke Negara-negar Arab dan Islam di dunia.
Ia sadar bahwa resistensi kaum Sunni sangat besar terhadap Syiah. Maka, Khomeini membuat strategi. Dua di antaranya adalah mencitrakan diri sebagai icon perlawanan terhadap Israel dan Barat dan kedua menggunakan metode taqrib (pendekatan madzhab).
Icon perlawan Khomeini terhadap terhadap Israel dan AS masih sulit dirasionalkan. Alasannya, Ayatullah Khomeini sendiri sebelum revolusi sebenarnya tidak terlalu resisten di Barat. Puluhan tahun  bahkan sejak remaja ia hidup di Prancis, termasuk di masa pengasingan saat Reza Pahlevi memimpin Iran. Baru menjelang revolusi ia pulang ke Iran.  Guru Khomeini sendiri yaitu Ayatullah al-Kashani disebut-sebut adalah agen CIA. Meski Reza Pahlevi, pro-AS, namun kabarnya CIA terlibat dalam revolusi Iran. Selama perang Irak-Iran, Iran diam-diam membeli senjata ke Israel dengan bantuan AS. Kasus ini terkenal dengan “Iran-Gate”.
Sebutan “AS adalah Setan Besar” dari Iran sama sekali tidak membangkitkan AS untuk menginvasi Iran. Padahal Iran sendiri juga menyimpan senjata Nuklir. Bandingkan dengan invasi AS ke Afganistan dan Irak. AS cukup berbekal asumsi, tidak bukti, untuk menyerang kedua Negara itu. Irak dituduh menyimpan senjata kimia. Belakangan tuduhan tidak terbukti. Afganistan diserang tanpa ba bi bu dengan tuduhan melindungi Osama bin Laden.
Ketika pecah perang Irak-Iran selama 8 tahun. Iran mendapatkan keuntungan politis. Pasca perang panjang itu, Irak langsung dimusuhi AS. Bahkan Negara-negara Arab juga terprovokasi Barat memusuhi Irak. Padahal Irak, paling berani melawan Israel. Beberapa rudal Scud-nya mendarat di Tel Aviv, ibukota Israel. Kenyataannya sekarang, Iran tidak pernah terlibat perang langsung dengan AS.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa bantuan-bantuan Iran terhadap Negara-negara Muslim tidak gratis. Sebab di balik bantuan tersebut mereka membawa misi Syiah. Di Palestina, HAMAS, mungkin saja ‘terpaksa’ dibantu Iran melawan Israel. Namun, jika rasio kita menganalisis sepak terjang gerakan politik Iran seperti di atas, maka bantuan itu tidak gratis. Ada misi besar. Yaitu, seperti kata Vali Nasr, menarik simpati untuk membangun imperium Syiah di Timur Tengah. Irak telah menjadi Syiah, berikutnya siapa lagi…? Yang jelas, lembar sejarah Islam tidak pernah lupa bahwa di Perang Salib II, Syiah berkhianat melemahkan tentara Islam. Maka, Gaza-Palestina tidak boleh jatuh ke tangan Israel dan Syiah. Kita ingin Gaza-Paletina di pangkuan Islam
Sumber: Undergroundtauhid.com
(saifalbattar/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/suriah-masa-depan-gaza-dan-ancaman-kebangkitan-syiah.html#sthash.bzJUQDK3.dpuf