Seorang
remaja cilik dari kawasan Jobar di Damaskus diculik oleh tentara-tentara rezim
Bashar Suriah. Sehari kemudian, dikembalikan dalam keadaan sudah menjadi mayat
– tubuhnya penuh bekas siksaan dan mutilasi, demikian dikutip laman Sahabatsuriah.com.
Bocah
ini hanya satu dari sedikitnya 15 bocah yang setiap harinya dibunuh rezim
Suriah. Selama 23 bulan revolusi Suriah, sudah lebih dari 5000 anak yang
syahid- sebagian kecil karena penyiksaan kejam luar biasa di penjara-penjara
dan pusat-pusat penahanan, sebagian besar karena bom dan berbagak senjata
lainnya, termasuk senapan para snipers.
Tidak
ada hari tanpa jiwa-jiwa bersih suci yang melayang dari kalangan anak-anak
Suriah.
Seorang
dokter yang ditemui Sahabat Suriah di Aleppo menjelaskan bahwa tujuan utama
semua penargetan anak-anak adalah untuk menteror rakyat agar bertekut lutut dan
tidak lagi meminta kemerdekaan.
“Kalau
ada seorang ayah dan seorang ibu berjalan mengganding anak di tengah mereka,
maka si kecil itulah yang akan ditembak sniper sampai tewas. Bukan si ibu atau
si bapak,” Sudah sedemikian rupa krisis kemanusiaan di Suriah, dunia masih
berdebat tentang apakah para pejuang layak ditolong secara militer karena
mereka adalah kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal jama’ah. Minggu lalu, Washington
memutuskan akan memberikan bantuan ‘non-lethal’ (tidak mematikan) sebesar US$60
juta.
Akhir tahun lalu, PBB memutuskan untuk memberikan
‘bantuan kemanusiaan’ sebesar US$520 kepada Suriah – yang dialirkan kepada
rezim Bashar al-Assad. Menurut para pejuang, dana ‘kemanusiaan’ itu justru
menjadi dana ‘mematikan’ yang dipakai rezim untuk membunuhi rakyat sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar