HRW: Ada Perintah Tembak Pendemo
Beirut-HRW (Human Right World) melaporkan para komandan pasukan keamanan
Suriah memerintahkan pasukannya untuk menembak para pendemo. Laporan yang
dirilis pada Kamis (15/12) ini dibuat berdasarkan wawancara dengan pasukan dan
intelejen pembelot yang pernah bekerja untuk pemerintahan Presiden Bashar
al-Assad.
Menurut HRW, para komandan itu
meminta pasukannya menggunakan segala cara untuk menghentikan unjuk rasa
menentang Presiden Bashar alAsad. Bahkan,mereka sering memberikan intruksi
tembak langsung kepada para pengujuk rasa secara terang-terangan.
Menurut salah seorang tentara
pembelot, brigedenya disuruh menggunakan peluru untuk membunuh para pengunjuk
rasa di Provinsi Selatan Deraa pada April Lalu. Seorang tentara pembelot lain
juga mengatakan, secara umum dia disuruh untuk membunuh. Perintah lainnya
adalah merusak toko-toko, menabrak mobil-mobil di jalan, dan menangkap
orang-orang anti pemerintah.
Seorang penembak jitu di Homs
mengatakan, komandannya memerintahkannya untuk membunuh sejumlah pengunjuk
rasa.”Misalnya, dari 5000 pengunjuk rasa, 15 sampai 20 orang harus dibunuh untuk memberikan efek
jera,”katanya.
Salah seorang penulis laporan HRW,
Anna Neistat mengatakan, para pembelot menyebutkan nama, pangkat, dan jabatan
orang-orang yang memerintahkan
penembakan dan pembunuhan terhadap pengunjuk rasa.”Para pejabat tinggi
Pemerintah Suriah harus bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan yang mereka
lakukan,”katanya seperti dilansir AlJazirah.
Menurut penelusuran HRW, semua
pasukan pembelot mengatakan, mereka disuruh menggunakan segala macam cara untuk
menghentikan pengunjuk rasa, termasuk cara-cara yang mematikan. Para komandan
dan pihak intelejen juga memerintahkan pasukan untuk menangkap orang-orang tanpa
landasan hukum yang jelas. Mereka juga memerintahkan pasukan untuk memukul dan
menyiksa para tahanan.
Berdasarkan laporan para tentara
pembelot tersebut, bisa disimpulkan bahwa pasukan keamanan Suriah melakukan
pelanggaran HAM secara sitematis. Yaitu, dengan melakukan pembunuhan,
penahanan, dan penyiksaan terhadap warga sipil yang melakukan unjuk rasa anti
pemerintah.
HRW menyatakan, sejumlah tentara
pembelot melaporkan komandannya mendapatkan perintah khusus dari Asad, termasuk
perintah melakukan serangan terhadap kota Rastan. Selain itu, terdapat 74
komandan dan pejabat yang memerintahkan pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan
kepada para pengunjuk rasa. Kejahatan yang mereka lakukan harus diajukan ke
Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).
Sebaliknya, HRW juga menyatakan,
pihaknya juga mendokumentasikan insiden di mana pengunjuk rasa anti pemerintah
melakukan kekerasan terhadap pasukan pemerintah. Kekerasan yang dilakukan
tersebut juga meningkat sejak September lalu. Dalam insiden terakhir, 27
personel keamanan Suriah dibunuh di Provinsi Deera Kamis.
Selama ini, Pemerintah Suriah dan
Asad tidak pernah mengakui kekerasan yang mereka lakukan. Mereka balik menuding
bahwa kekerasan dilakukan oleh kelompok
oposisi bersenjata.
Asad mengaku kehilangan 1.100
pasukan dan polisi karena dibunuh kelompok oposisi bersenjata. Mereka juga
menganggap PBB membesar-besarkan jumlah
korban yang tewas akibat kekerasan di
Suriah.
Baru-baru ini, Komisioner Tinggi HAM
di PBB Navy Pillay mengatakan, jumlah korban
tewas di Suriah mencapai lima ribu orang. Namun, jumlah tersebut sulit diverifikasi karena Suriah
menutup diri dari kedatangan pihak luar, termasuk wartawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar