Rabu, 22 Mei 2013

Membaca Fakta-fakta di Balik Serangan Israel ke Damaskus: Perampok vs Pembunuh

Ada yang berpendapat rezim Bashar al-Assad harus dibantu karena ia satu-satunya kekuatan Arab yang anti-Zionis Israel di Timur Tengah. Benarkah?

Fakta berbicara lain. Para pengamat politik dan bahkan pihak Zionis Israel sendiri tegas menyatakan, selama 40 tahun terakhir, Dataran Tinggi Golan yang merupakan garis perbatasan Suriah dengan Palestina yang dijajah Zionis Israel adalah kawasan yang “sunyi senyap”. Artinya, hampir tidak pernah ada konfrontasi apa pun antara angkatan bersenjata Suriah dengan angkatan bersenjata Zionis Israel, sejak tahun 1973.

Pada 22 April lalu, dalam suatu kesempatan wawancara dengan think-tank National Security Studies di Tel Aviv, panglima angkatan perang Zionis Israel Benny Gantz memperingatkan pemerintahnya bahwa pemberontakan di Suriah dapat membahayakan “forty years of quiet along the Syrian frontier”, demikian dilaporkan media Zionis Times of Israel.
Memang maksud Gantz adalah untuk mengatakan bahwa kalau Bashar al-Assad jatuh dan para “jihadis” merebut kekuasaan, maka kawasan itu akan “kehilangan stabilitasnya” sehingga yang terjadi adalah chaos dan kekerasan yang mengancam Zionis Israel.

Namun pernyataan Gantz menegaskan: selama 40 tahun dalam status “perang” melawan Israel, Suriah sebenarnya tidak pernah benar-benar terlibat dalam perang dengan kekuatan Zionis itu.

Berbagai analisis juga mengatakan yang sama, bahkan Dominic Evans and Oliver Holmes dari Reuters menggambarkan Suriah sebagai a dour but mostly toothless adversary for nearly 40 years. Artinya, “musuh yang bertampang cemberut tapi hampir tak bergigi selama 40 tahun ini”!

Karena itu, tidak heran bila serangan udara besar-besaran yang dilancarkan Tel Aviv ke arah instalasi-instalasi militer Suriah di Jamrayah, Gunung Qasiyun, hari Sabtu malam dan Ahad pagi, 4-5 Mei yang lalu, cuma mengundang retorika Wakil Menlu Faisal Mekdad yang mengatakan kepada CNN, “Ini pernyataan perang! Kami punya hak untuk membalas.”

Israel melakukan serangan itu katanya untuk mencegah transfer senjata-senjata berat dari Suriah ke milisi Syi’ah Hizb*** di Libanon. Sesudah ancaman akan “membalas” itu, sampai saat ini Suriah belum melakukan tindakan apa pun – malahan meningkatkan penyerangan dan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri yang menginginkan reformasi.

Serangan serupa dilakukan Israel pada Januari lalu. Sama. Suriah mengancam akan membalas, tapi sampai saat ini tidak membalas.

Suriah Sering Diam Saja Diserang Israel

Yang menarik adalah catatan berikut dari Al-Arabiya. Selama 40 tahun, sejak perang tahun 1973, yang terjadi antara Tel Aviv dan Damaskus yang saat itu dikuasai Hafez al-Assad adalah sebuah stand-off. Sesudah Hafez mati dan Bashar “terpilih” sebagai pengganti, beberapa kali Israel melakukan serangan terhadap Suriah.

Yang pertama terjadi pada Juli 2001, belum setahun sesudah Bashar jadi presiden. Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang komplek sistem radar militer Suriah di Lebanon.

Yang berikutnya adalah serangan udara Israel ke ‘Ain Aisy Sahib yang disebut sebagai tempat latihan jihad pejuang Palestina. Letaknya hanya 25 km di barat laut Damaskus.

Pada Juni 2006, Tel Aviv mengirim 4 jet tempur F-16 ke arah beberapa kawasan Suriah dan Lebanon sebagai peringatan terhadap Damaskus. Menurut angkatan perang Israel, jet-jet Israel terbang rendah di atas istana musim panas Bashar di Latakia di utara Suriah sesudah menembus radar-radarnya dengan sangat mudahnya. Pesawat-pesawat ini menembus batas suara di atas Latakia dan Beirut lalu kembali ke tanah Palestina yang mereka jajah – tanpa perlawanan apa pun dari rezim Bashar.

Pada 6 September 2007, Israel memimpin Operation Orchard – sebuah misi udara dan pasukan khusus terhadap apa yang disebut Israel sebagai “program nuklir” Suriah. Dalam misi ini, kabarnya Israel mentarget “reaktor nuklir” Suriah di dekat kota Deir Zur.

Pada Nopember 2011, Israel menembakkan rudal ke Suriah sesudah beberapa mortir jatuh di kawasan Golan yang diduduki Israel. Insiden ini terjadi saat konflik bersenjata pecah antara tentara Bashar dengan para pejuang pembebasan Suriah, Jasyul Hurr. Insiden berikutnya terjadi pada 24 Maret 2013, ketika Israel menghancurkan sebuah senjata mesin di kawasan Golan sesudah terjadi beberapa kali penembakan ke arah tentara-tentara Israel di perbatasan.

Akhirnya, tentu saja, adalah serangan terhadap kawasan militer rezim Assad di Jamrayah di Gunung Qasiyun yang diserang kemarin.

Dalam berbagai kasus itu, pihak rezim Suriah selalu mengatakan hal yang sama sehabis setiap serangan: “Suriah memiliki hak untuk membalas.” Tapi tidak pernah ada tindakan balasan apa pun.

Jadi Sebenarnya, Suriah Musuh Israel Bukan Sih?

Banyak bukti menunjukkan bahwa terlepas dari status perang mereka, rezim Zionis Israel dan rezim Baath Suriah sebenarnya tidak sedang berperang.

Seperti kawasan Golan yang ditetapkan sebagai demilitarized zone maka hubungan keduanya juga bersifat demilitarisasi. Artinya, tidak ada kegiatan militer antara Israel lawan Suriah di situ.

Bahkan sudah jelas bahwa baik Hafez al-Assad maupun Bashar al-Assad sedang menghangatkan hubungan antara Damaskus dengan Suriah.

Pada 1998, Hafez al-Assad sudah memulai negosiasi land for peace – “pertukaran tanah untuk berdamai” – dengan Israel dengan broker pengusaha Yahudi – Amerika Ronald Lauder. Kalau Israel mau melepaskan Golan, Hafez mau berdamai. Negosiasi mentok karena PM Israel ketika itu Benjamin Netanyahu menolak menarik diri sama sekali dari Golan atau bahkan untuk sekedar memberikan peta detil berapa meter atau mil dari tanah Golan yang akan dikembalikan ke Suriah.

Tahun 2000 Hafez al-Assad mati dan digantikan Bashar al-Assad. Pada 2008-2009 sudah dimulai lagi langkah-langkah menuju perdamaian antara Suriah dengan Israel – sedemikian rupa sehingga para pejuang Palestina yang semula diterima bermarkas dan bergerak dari Damakus sudah mulai bersiap-siap angkat kaki dari Suriah.

Pimpinan biro politik Hamas Khalid Misy’al yang saat itu di Damaskus ditanya apa reaksi Hamas jika terjadi perdamaian antara Suriah dengan Israel. Jawabnya, “We can move, and move lightly… Kami bisa pindah dan pindah dengan tenang dan ringan.”

Pada 2010, sebagaimana dilaporkan Yedioth Ahronoth, PM Netanyahu dan Menhan Israel Ehud Barak mengadakan negosiasi rahasia dengan Bashar al-Assad, dimediasi oleh Amerika yang diwakili Frederick Hoff, seorang ahli demarkasi di kawasan-kawasan sengketa. Sejumlah dokumen Amerika mengungkapkan bahwa saat itu, Israel sudah setuju untuk kembali ke garis perbatasan 4 Juni 1967 – artinya melepas Golan – demi “perdamaian” di antara keduanya.

Di video berikut ini, ada pernyataan niat Bashar al-Assad pada 2010 untuk normalisasi hubungan Suriah dengan Israel.

Tapi sebagaimana kita ketahui, mayoritas Muslimin Ahlus-Sunnah wal Jama’ah Suriah sudah muak ditindas oleh tiran Assad dan Baath. Revolusi melawan Bashar al-Assad dimulai awal 2011 sehingga negosiasi antara Bashar dan Benjamin Netanyahu terganggu dan lalu terhenti.

Bashar terlalu sibuk membunuhi rakyatnya sendiri sehingga untuk meneruskan negosiasi dengan Israel itu mannaa sempaaat….

Lalu, Saat Israel Menyerang Suriah, Pura-pura doong?

Silakan rujuk kembali data di atas.

Suriah Bilang, dengan Serangannya ke Jamrayah, Israel Membantu Pejuang. Apa Betul?

Ketika terjadi serangan ke Jamrayah itu, Wakil Menlu Faisal Mekdad menyatakan, ini merupakan “pernyataan perang dan bahwa Israel membantu Al-Qaidah dan Wahhabisme di Suriah.”

Yang dimaksud Mekdad adalah Free Syrian Army atau Jaysul Hurr yang memang dalam setiap langkah mereka saat berperang melawan kebrutalan rezim Bashar – yang sudah membunuh 100 ribu rakyat – selalu mengucapkan Allahu Akbar wa izzatu liLlah. “Allah Mahabesar dan semua kemuliaan hanya untuk Allah.”

Namun apakah benar Israel berniat menolong para pejuang menggulingkan Bashar al-Assad?

Yang jelas, Israel khawatir kalau Assad sampai jatuh dan mujahidin menang maka akan ada gelombang jihad dari Suriah melawan Zionis Israel. Kekhawatiran yang pada tempatnya karena memang jihad membebaskan Masjidil Aqsha harus dimulai bergerak dari dua titik – Palestina dan Mesir-Suriah.

Jadi, jika bisa memilih, Israel tidak ingin Assad jatuh.

Selain itu, sesudah penyerangan Sabtu malam dan Ahad dini hari, 3 -4 Mei, yang lalu, dan sesudah Damaskus ‘ceritanya’ marah dan mengancam akan membalas, Zionis Israel cepat-cepat menepuk-nepuk Bashar al-Assad untuk menenangkannya.

Reuters mengutip media Yahudi seperti Yehdiot Ahronot pagi tadi, Senin 6 Mei: sudah ada pesan-pesan diplomatik dari Netanyahu kepada Bashar al-Assad bahwa serangan udaranya itu tidak dimaksudkan untuk melemahkan posisinya di hadapan pendukung revolusi dan tidak pula dimaksudkan untuk membantu para pemberontak.

Harian sayap kiri Zionis Haaretz malahan melaporkan, bahkan sebelum penyerangan Israel ke Jamrayah, kabinet Netanyahu sudah menyepakati untuk menenangkan Assad bahwa bukan dia yang ditarget.

Masih menurut Reuters, target utama operasi Israel itu adalah Hizb dan sekutunya, Iran. Jangan lupa, serangan terhadap Jamrayah itu terjadi hanya satu hari sesudah Teheran ngancem bahwa serangan terhadap Suriah akan dianggap sebagai serangan terhadap Iran sendiri.

Kesimpulannya?

Sebagaimana dikatakan oleh pihak Jaysul Hurr, serangan ke Jamrayah itu urusan dakhiliyah – urusan internal – antara Bashar al-Assad dan sekutunya, Israel. Makanya tidak heran bila pasukan rezim terus saja sibuk membantai rakyat sendiri dan tidak melontarkan satu pun peluru ke arah Israel.

Tidak heran karena rezim yang satu adalah perampok dan penjajah Masjidil Aqsha dan Palestina selama 60 tahun lebih, sementara rezim yang satunya adalah pembunuh rakyat Suriah yang selama 40 tahun juga sudah berulangkali membunuhi kaum Muslimin – baik di tahun 1982 maupun sekarang.

Kelihatannya saja rezim Suriah Bashar al-Assad bermusuhan dengan Zionis Israel; yang sebenarnya adalah mereka berteman dalam menjajah Bumi Syam yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menindas dan membunuh kaum Muslimin.

Hidayatullah.com 
Sahabatsuriah.com

Tidak ada komentar: