Selasa, 03 Januari 2012

Tim Pemantau Liga Arab diimbau Pulang




            Kairo- Parlemen Arab meminta tim pemantau Liga Arab segera ditarik dari Suriah. Mereka beralasan, Pemerintah Suriah masih terus melakukan kekerasan yang membuat makin banyak warganya tewas meski tim pemantau yang  terdiri atas 100 orang berada di sana. Sebanyak 88 negara anggota Parlemen Arab merasa marah dengan dengan sikap keras kepala rezim Presiden Bashar al-Asad.
            Padahal tujuan tim pemantau adalah memastikan bahwa Suriah mematuhi kesepakatan pada 19 Desember lalu dengan mengurangi kekerasan terhadap para pengunjuk rasa.”Pembunuhan terhadap anak dan pelanggaran HAM terjadi saat tim Liga Arab berada di Suriah. Ini memicu kemarahan warga Arab,”kata ketua Parlemen Arab, Ali Saleem al-Dekbasi, Ahad (1/1).
            Ia menyimpulkan, misi tim pemantau untuk meyakinkan tak lagi hilangnya nyawa warga sipil dan ditariknya tank-tank dari jalanan Suriah tak tercapai.”Sebaliknya, mereka berlaku tidak manusiawi di depan hidung para pemantau,”kata al-Dekbasi. Liga Arab membentuk Parlemen Arab yang berisi penasihat dan anggota DPR Negara-negara di Timur Tengah.
            Rekomendasi yang disampaikan Parlemen Arab ini tak mengikat dan menjalankan kegiatannya terpisah dari Liga Arab. Al-Deqbasi mengatakan, pihaknya prihatin dengan kondisi yang justru kian buruk. Menurut para aktivis, sejak tim  pemantau memulai misi satu bulannya pada Selasa lalu, sebanyak 150 orang tewas di seantero negeri. Pasukan keamanan bertanggung jawab atas kematian ini.
            Masih berlangsungnya kekerasan dan pelanggaran HAM meski tim pemantau Liga Arab pimpinan Mohamed Ahmed Mustafa al-Dabi bertugas, menguatkan pandangan kelompok oposisi bahwa Asad mengulur waktu lahirnya kecaman dan hukuman dari dunia internasional. Asad mengizinkan tim pemantau, namun tak bekerja sama sepenuhnya dengan mereka.
            Koresponden BBC melaporkan bahwa banyak pengunjuk rasa frustasi dengan ketidakmampuan tim pemantau menghentikan kekerasan terhadap mereka. Meski tank-tank sudah ada yang ditarik, namun tak seluruhnya. Pasukan penembak jitu juga dilaporkan bersiaga selama selama unjuk rasa berlangsung. Local Coordination Commites, kelompok antipemerintah, mengatakan, enam orang tewas pada Ahad lalu.
            Tak hanya itu, ada juga kritik mengenai pemimpin tim pemantau, yaitu al-Dabi, yang dinilai bias terhadap Pemerintah Suriah. Pada Sabtu lalu ia muncul untuk menepis salah satu anggotanya yang dalam kunjungannya ke Deera menyatakan bahwa dia dan anggota tim pemantau lainnya melihat dengan langsung adanya penembak jitu.
            “Kami melihat mereka di kota dan kami melihat dengan mata kepala kami sendiri. Kami akan meminta pemerintah Suriah menarik sesegera mungkin.”kata anggota tim tersebut. Namu, al-Dabi menegaskan bahwa anggotanya itu tak mengeluarkan pernyataan semacam itu dan hanya memperkirakan. Dalam insiden lainnya, terlihat anggota tim meminta pemerintah menghentikan tembakan di Homs.
            Dia memintanya melalui sambungan telepon. Akhir  pekan lalu, puluhan ribu warga Suriah turun ke jalan dan menunjukkan penentangannya terhadap pemerintah. “Warga Suriah menginginkan rezim modern pada tahun baru ini,”demikian aspirasi yang dituliskan pengunjuk rasa di spanduk-spanduk yang mereka bawa dalam aksi tersebut.
            Tim pemantau juga menuju Deera. Ketika berada di Deera, tim mengunjungi rumah Sheikh Ahmad Hayasneh, imam masjid Omari, yang menjadi sosok penting dalam perlawanan terhadap Asad. Namun, tak diketahui apakah mereka bertemu atau tidak  dengan sang imam yang berstatus tahanan rumah selama lima bulan.
            Hingga kini, pergerakan tim pemantau Liga Arab juga masih bergantung pada transportasi yang disediakan pemerintah. “Tim didampingi oleh gubernur dan tak ada siapapun kecuali personel keamanan yang berdekatan  dengan tim,”kata Ibrahim Aba Yazid, seorang aktivis di Deera. Ia pesimistis tim pemantau mampu bekerja efektif.
            Sementara itu, pada Senin (2/1) kelompok perlawanan Suriah menangkap puluhan personel pasukan keamanan pemerintah di Idlib, demikian pernyataan Syirian Observatory for Human Rights. Mereka pun mengungkapkan bahwa kelompok perlawanan yang berisi tentara deserter itu melakukan baku tembak, menewaskan, dan melukai sejumlah anggota pasukan yang setia pada Presiden Bashar al-Asad. Rami Abdelrahman, direktur Syirian Observatory for Human Rights mengatakan, operasi itu terjadi di Jabal al-Zawiyah, Idlib.#c22/ap/reuters ed:ferry. Republika, Selasa 3 januari 2012.

Tidak ada komentar: