Kairo- Parlemen Arab meminta tim
pemantau Liga Arab segera ditarik dari Suriah. Mereka beralasan, Pemerintah
Suriah masih terus melakukan kekerasan yang membuat makin banyak warganya tewas
meski tim pemantau yang terdiri atas 100
orang berada di sana. Sebanyak 88 negara anggota Parlemen Arab merasa marah
dengan dengan sikap keras kepala rezim Presiden Bashar al-Asad.
Padahal tujuan tim pemantau adalah
memastikan bahwa Suriah mematuhi kesepakatan pada 19 Desember lalu dengan
mengurangi kekerasan terhadap para pengunjuk rasa.”Pembunuhan terhadap anak dan
pelanggaran HAM terjadi saat tim Liga Arab berada di Suriah. Ini memicu
kemarahan warga Arab,”kata ketua Parlemen Arab, Ali Saleem al-Dekbasi, Ahad
(1/1).
Ia menyimpulkan, misi tim pemantau
untuk meyakinkan tak lagi hilangnya nyawa warga sipil dan ditariknya tank-tank
dari jalanan Suriah tak tercapai.”Sebaliknya, mereka berlaku tidak manusiawi di
depan hidung para pemantau,”kata al-Dekbasi. Liga Arab membentuk Parlemen Arab
yang berisi penasihat dan anggota DPR Negara-negara di Timur Tengah.
Rekomendasi yang disampaikan
Parlemen Arab ini tak mengikat dan menjalankan kegiatannya terpisah dari Liga
Arab. Al-Deqbasi mengatakan, pihaknya prihatin dengan kondisi yang justru kian
buruk. Menurut para aktivis, sejak tim
pemantau memulai misi satu bulannya pada Selasa lalu, sebanyak 150 orang
tewas di seantero negeri. Pasukan keamanan bertanggung jawab atas kematian ini.
Masih berlangsungnya kekerasan dan
pelanggaran HAM meski tim pemantau Liga Arab pimpinan Mohamed Ahmed Mustafa
al-Dabi bertugas, menguatkan pandangan kelompok oposisi bahwa Asad mengulur
waktu lahirnya kecaman dan hukuman dari dunia internasional. Asad mengizinkan
tim pemantau, namun tak bekerja sama sepenuhnya dengan mereka.
Koresponden BBC melaporkan bahwa
banyak pengunjuk rasa frustasi dengan ketidakmampuan tim pemantau menghentikan
kekerasan terhadap mereka. Meski tank-tank sudah ada yang ditarik, namun tak
seluruhnya. Pasukan penembak jitu juga dilaporkan bersiaga selama selama unjuk
rasa berlangsung. Local Coordination Commites, kelompok antipemerintah,
mengatakan, enam orang tewas pada Ahad lalu.
Tak hanya itu, ada juga kritik
mengenai pemimpin tim pemantau, yaitu al-Dabi, yang dinilai bias terhadap Pemerintah
Suriah. Pada Sabtu lalu ia muncul untuk menepis salah satu anggotanya yang
dalam kunjungannya ke Deera menyatakan bahwa dia dan anggota tim pemantau lainnya
melihat dengan langsung adanya penembak jitu.
“Kami melihat mereka di kota dan
kami melihat dengan mata kepala kami sendiri. Kami akan meminta pemerintah
Suriah menarik sesegera mungkin.”kata anggota tim tersebut. Namu, al-Dabi
menegaskan bahwa anggotanya itu tak mengeluarkan pernyataan semacam itu dan
hanya memperkirakan. Dalam insiden lainnya, terlihat anggota tim meminta
pemerintah menghentikan tembakan di Homs.
Dia memintanya melalui sambungan
telepon. Akhir pekan lalu, puluhan ribu
warga Suriah turun ke jalan dan menunjukkan penentangannya terhadap pemerintah.
“Warga Suriah menginginkan rezim modern pada tahun baru ini,”demikian aspirasi
yang dituliskan pengunjuk rasa di spanduk-spanduk yang mereka bawa dalam aksi
tersebut.
Tim pemantau juga menuju Deera.
Ketika berada di Deera, tim mengunjungi rumah Sheikh Ahmad Hayasneh, imam
masjid Omari, yang menjadi sosok penting dalam perlawanan terhadap Asad. Namun,
tak diketahui apakah mereka bertemu atau tidak
dengan sang imam yang berstatus tahanan rumah selama lima bulan.
Hingga kini, pergerakan tim pemantau
Liga Arab juga masih bergantung pada transportasi yang disediakan pemerintah. “Tim
didampingi oleh gubernur dan tak ada siapapun kecuali personel keamanan yang
berdekatan dengan tim,”kata Ibrahim Aba
Yazid, seorang aktivis di Deera. Ia pesimistis tim pemantau mampu bekerja
efektif.
Sementara itu, pada Senin (2/1)
kelompok perlawanan Suriah menangkap puluhan personel pasukan keamanan
pemerintah di Idlib, demikian pernyataan Syirian Observatory for Human Rights. Mereka
pun mengungkapkan bahwa kelompok perlawanan yang berisi tentara deserter itu
melakukan baku tembak, menewaskan, dan melukai sejumlah anggota pasukan yang
setia pada Presiden Bashar al-Asad. Rami Abdelrahman, direktur Syirian
Observatory for Human Rights mengatakan, operasi itu terjadi di Jabal
al-Zawiyah, Idlib.#c22/ap/reuters ed:ferry. Republika, Selasa 3 januari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar